Deklarasi tiga pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sudah dilantangkan, tidak satupun dari tiga pasangan itu wanita. Kaum wanita atau siapapun, tidak perlu kecewa. Pasti karena memang belum saatnya. Suatu hari nanti, apabila waktunya tiba, tidak ada satu hal pun yang bisa menghalangi.
Percayalah, bagi bangsa besar ini, Pemimpin Wanita bukanlah hal tabu. Sudah sejak lama tanah air memberi jalan kepada kaum wanita untuk berperan dalam kegiatan apapun. Termasuk dalam urusan politik.
Dalam urusan pekerjaan, bukan hal aneh lagi, bahkan kini semakin tidak mudah membedakan jenis pekerjaan berdasarkan jenis kelamin. Hampir tidak ada jenis perkerjaan yang tidak bisa dikerjakan kaum wanita. Emansipasi telah mendekati sempurna.
Di Nusantara, tanah air kita, sudah sejak lama wanita berperan penting. Sejarah mencatat dengan tinta emas tokoh-tokoh wanita dari jaman kuno, penjajahan hingga jaman modern sekarang ini. Peran kaum wanita Indonesia tidak kalah dengan yang lain di dunia.
Wanita kita tidak kalah peran ketokohannya dari Ratu Elizabeth II di Inggris Raya atau Margaret Thatcher, Perdana Menteri Britania Raya. Juga tidak kalah dari banyak lagi tokoh wanita lainnya, sebut saja Indira Gandhi (India), Benazir Butho (Pakistan), Corazon Aquino (Philipina) dan Tsai Ing-wen (Taiwan).
Indonesia pun pernah punya wanita yang menjadi Presiden dan tidak terhitung lagi jumlah wanita yang menjadi menteri atau memimpin lembaga-lembaga tinggi Negara. Belum lagi wanita yang ikut berjuang dan mengabdi demi bangsa dan Negara dari belakang layar.
Ambil contoh Fatmawati Soekarno. Dia adalah wanita agung di belakang Bung Karno menjelang proklamasi kemerdekaan. Ibu Negara Indonesia pertama inilah yang menjahit bendera Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan pada 17 Agustus 1945. Tahun 1951, dia juga turut memperjuangkan agar dokumen, barang, dan arsip pemerintah Indonesia yang dirampas Belanda dikembalikan ke Indonesia.
Lalu, Maria Walanda Maramis, seorang pendidik sekaligus penggiat hak-hak perempuan yang mendirikan organisasi kemasyarakatan pada 8 Juli 1917. Organisasi ini bertujuan memajukan pendidikan perempuan Minahasa.
Ada lagi Rasuna Said, sosok wanita yang seperti pendahulunya, R.A Kartini dan Dewi Sartika, memperjuangkan kesetaraan hak untuk para wanita. Tidak hanya di bidang pendidikan, tetapi juga mendorong para wanita untuk paham politik.
Di Indonesia bagian timur, ada Martha Christina Tiahahu yang lahir di Maluku 1800. Martha diberi gelar Pahlawan karena sejak remaja sudah memanggul senjata membantu sang ayah dan Kapitan Pattimura memerangi penjajah.
Dari ujung Barat ada nama Cut Nyak Meutia dan Cut Nyak Dien dari Aceh, wanita-wanita perkasa di abad 19 yang berjuang untuk lepas dari belenggu penjajahan.