Berbahagialah orang yang tumbuh dewasa dan kemudian menua dalam lingkungan yang saling memberi dan menerima cinta yang nyaris sempurna. Ada cinta ayah, ada cinta ibu, ada cinta saudara kandung, ada cinta kakek, ada cinta nenek, ada cinta paman dan bibi, ada cinta tetangga serta cinta orang-orang dekat.
Layaknya jasmani yang tercukupi asupan nutrisi bergizi tinggi, orang yang tumbuh dengan cinta yang sempurna, akan tumbuh dengan kekayaan batin yang lebih mumpuni.
Kenapa bahagia? Sederhana saja salah satu alasannya. Sebagai makhluk sosial, setiap orang membutuhkan orang lain. Orang-orang dekat sebagai tempat curahan rasa cinta, sayang, senang dan sedih. Konon sediam apapun seseorang, tetap saja dia memerlukan tempat untuk mencurahkan isi hati.
Orang-orang dekat, adalah orang pilihan yang bisa menjadi tempat untuk menerima atau sekedar mendengarkan cerita tentang masa lalu, masa kini dan masa kelak. Mencurahkan rasa dan bersedia mendengarkan menjadi salah satu dari seribu wujud pengejawantahan cinta.
Kebahagiaan seperti itu, karena satu dan lain sebab, bisa saja tidak dirasakan oleh orang yang hidup kurang atau tidak pernah tersirami cinta dan kasih sayang. Lebih buruk lagi kalau orang tumbuh di lingkungan penuh kekerasan dan perundungan. Ibarat tumbuhan yang berkembang di habitat kurang nutrisi dan pupuk.
Sudah kodratnya, di dunia ini tidak semua orang "beruntung" sehingga cerita cinta satu orang dengan yang lain tidak selalu sama. Kiasannya, kalau ada sejuta orang hadir di sebuah ruangan membahas cinta, bisa jadi akan ada sepuluh juta atau lebih cerita tentang cinta. Maka kisah cinta menjadi selalu menarik dan tidak ada habisnya sebagai sumber inspirasi.
Jika diamatipun, nyaris di semua aspek, meski sedikit, selalu ada unsur cinta. Lebih lagi dalam buku cerita maupun film fiksi, hampir tidak pernah melewatkan muatan cinta. Cinta sebagai pokok cerita maupun hanya sekedar sebagai bumbu penyedap. Sekeras dan se-aneh apapun kisah manusia, hampir pasti akan ada bumbu-bumbu cinta.
Begitu merasuknya cinta dalam sebuah cerita, kadang para pembaca, pendengar dan penonton bisa terkecoh. Misalnya, seorang tokoh utama tampil begitu gagah beraninya dan begitu patriotik membela yang benar, yang lemah atau membela Negara. Ternyata perjuangannya hanya didasari atas cintanya yang lebih mendalam kepada kekasihnya, cintanya kepada uang atau cintanya kepada kepentingannya sendiri.
Cerita menjadi panjang kalau sudah mencolek politik dan partai. Sudah sangat lumrah di beberapa bulan menjelang Pemilu ini akan banyak pihak yang merayu dengan segala cara dan se-abreg iming-iming minta untuk dicintai. Buntutnya berharap untuk nantinya dipilih dan dicoblos di bilik Pemilu.
Di tahun penuh kepentingan politik sekarang ini, saatnya kita lebih berhati-hati mencurahkan rasa dan menjatuhkan pilihan. Buka mata, telinga dan hati. Orang yang mengumbar cintanya kepada tanah air bisa rancu dengan cintanya kepada kekuasaan, cintanya kepada harta dan cintanya kepada kepentingannya sendiri.
Cinta kepada apapun dan kepada siapapun tidak lepas dari soal hati dan rasa. Siapapun yang sedang dicintainya akan dipuja setinggi langit. Siapapun yang sedang dipuja, apapun adanya akan selalu dianggap sempurna. Apalagi berbuat benar, ngomong salahpun akan ditelan mentah bagai tuah. Tingkah polahnya selalu dianggap pantas, kentutnya pun bau parfum mewah.