Rasa sesal yang amat sangat pernah dirasakan oleh seorang pemalu ketika pada akhirnya tidak bisa menyampaikan gagasan bagusnya di sebuah forum penting. Itu terjadi hanya karena gagasan yang serupa sudah disampaikan oleh seorang pemalu lain yang lebih dahulu berhasil mengatasi kendala rasa malu.
Sebuah situasi yang cukup menyesakkan dada. Teman dekat atau Anda sendiri mungkin pernah mengalami hal yang sama. Tanpa disadari, perasaan malu memang sering menghalangi orang untuk maju.
Negeri ini penuh dengan orang-orang pemalu, termasuk di dalamnya orang-orang yang ingin menjadi Presiden. Sudah muncul banyak nama yang disuarakan akan diusung atau mengusung diri sebagai Presiden RI pada Pemilu 2024 yang akan datang. Tetapi belum ada yang menyatakan secara terbuka keinginannya tersebut. Mereka masih malu-malu harimau, malu tapi mau banget.
Banyak diantara nama-nama bakal calon itu sudah melakukan kunjungan kesana-kemari, muncul di acara ini dan itu, mengadakan aneka ragam perayaan. Dan yang lebih kentara lagi, memasang baliho dengan gambar wajahnya dimana-mana tersebar hingga pelosok.
Tentu bukan baliho untuk sekedar pamer foto close-up wajah dirinya, tetapi foto untuk tujuan agar lebih dikenali oleh masyarakat. Dari foto itu ada yang tersenyum manis, senyum simpatik dan ada juga yang senyumnya "wagu".
Ada lagi yang bergerak lebih jauh. Selain pasang baliho, juga memasuki tempat-tempat berkumpulnya komunitas tertentu, seperti sepeda onthel, jalan pagi, atau mendatangi tempat orang-orang bekerja seperti di pabrik-pabrik, pasar-pasar, atau ke kampus-kampus. Mereka melakukan apa saja yang bisa membuatnya lebih dikenal.
Sepertinya mereka melakukan "test the water", menjajagi seberapa kuat dukungannya dan sepopuler apa namanya. Kalau nanti ternyata kuat dan kondang, dilanjutkan dengan persiapan lain sebelum akhirnya terang-terangan mencalonkan diri. Sebaliknya kalau sekiranya lemah dan kecil kemungkinan terpilih, mundur teratur tanpa berita menjadi pilihannya, dengan demikian tidak kehilangan rasa malu.
Menjadi Presiden yang berkuasa di sebuah negara besar seperti Indonesia tentu menyenangkan. Wajar saja kalau banyak yang menginginkan meskipun malu-malu. Tetapi menjadi Presiden di negara yang super luas juga bukan pekerjaan ringan.
Dia, selain harus mampu mengumpulkan suara terbanyak, juga wajib memiliki visi jauh ke depan melampaui angan-angan orang awam untuk memajukan negara. Dia juga wajib mempunyai kemampuan memimpin yang efektif, apalagi pada saat-saat genting.
Angin yang berhembus sekarang ini sepertinya para pemilih cenderung menyukai calon-calon yang religius, bermoral dan berakhlak mulia. Ini dimaknai oleh para calon dengan sering memakai simbol-simbol religi. Simbolnya bisa mulai dari memakai sarung, kopyah, jilbab, baju koko, mendatangi ponpes dan pengajian-pengajian.
Religiusitas diasosiasikan dengan gaya hidup lurus, jujur dan taat menjalankan tuntunan agama. Orang berharap calon-clon yang seperti itu tidak akan melakukan kebohongan, manipulasi dan tindak pidana korupsi. Sebuah penyakit yang dirindu penjahat tetapi dibenci masyarakat.