Hubungan Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Kabupaten Bekasi di minggu-minggu ini menghangat. Pangkal masalahnya adalah langkah Bupati Bekasi yang membuat keputusan sendiri dan sepihak untuk PDAM Tirta Bhagasasi tanpa melibatkan pihak Pemerintah Kota Bekasi atau Walikota Bekasi. Padahal kita semua tahu bahwa pemilik saham PDAM Tirta Bhagasasi adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi.
Bupati Bekasi sendiri dalam perkataannya yang dimuat oleh berbagai media menyatakan bahwa keputusan itu didasarkan pada surat pendapat BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Surat bernomor : S-2113/PW10/4/2016 Tertanggal 12 Juli 2016 perihal : Pendapat BPKP tentang pengangkatan Direksi PDAM Tirta Bhagasasi Kabupaten Bekasi.
Namun anehnya dalam salinan putusan yang saya dapatkan yaitu Keputusan Bupati Bekasi nomor : 500/Kep.242-Admrek/2016 tentang pemberhentian Direktur Umum (DIRUM) PDAM Tirta Bhagasasi. Bupati tidak mencantumkan surat BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Barat tersebut sebagai konsideran. Jika menyimak ucapan Bupati yang dimuat berbagai media seharusnya dasar keluarnya surat keputusan itu harus dicantumkan. Karena Bupati berani mengambil keputusan tersebut dikarenakan adanya Surat Pendapat BPKP Jawa Barat.
Ceroboh
Ceroboh, hal itulah yang terlintas pertama kali ketika saya membaca Surat BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Barat nomor : S-2113/PW10/4/2016 ini. Karena BPKP Jawa Barat mengeluarkan pendapat tentang kewenangan atas pengelolaan PDAM Tirta Bhagasasi beserta penunjukan pejabatnya menjadi hak penuh Bupati Bekasi.
Padahal BPKP Jawa Barat melandaskan pendapatnya pada kesepakatan bersama antara pemerintah Kabupaten Bekasi dengan Pemerintah Kota Bekasi nomor : 43/KB.617/Admrek/XII/2015 dan Nomor : 420 Tahun 2015 tentang pengakhiran surat perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Bekasi dengan Pemerintah Kota Bekasi nomor 503/08.11/PDAM/2002 dan nomor 690/381-HOR/XII/2002.
Saya kurang tahua pakah BPKP Jawa Barat membaca isi kesepakatan tersebut atau tidak. Jika membaca maka seharusnya mereka pun mengerti pasal 12, pasal 13 dan pasal 14 dalam kesepakatan antara Pemkab Bekasi dan Pemkot Bekasi itu. Dalam pasal 12 jelas disebutkan bahwa perjanjian ini belum bersifat teknis artinya belum final. Karena teknis pelaksanaan dari kesepakatan akan dituangkan dalam bentuk perjanjian dan wajib mendapat persetujuan DPRD Kabupaten Bekasi dan DPRD Kota Bekasi.
Pasal 13 menyebutkan bahwa perjanjian teknis itu nanti harus disusun dengan melibatkan BPKP Jawa Barat, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jika BPKP Jawa Barat membaca pasal ini, tentunya mereka tahu bahwa hingga sekarang belum ada naskah teknis pemisahan yang telah dibahas bersama oleh lembaga-lembaga tersebut lalu mendapat persetujuan DPRD Kabupaten Bekasi dan DPRD Kota Bekasi.
Sedangkan pasal 14 berisikan mengenai usia perjanjian yang hanya berlaku selama 1 (satu) tahun. Bagaimana mungkin perjanjian yang hanya berusia 1 tahun ditafsirkan secara mutlak seolah ini perjanjian final yang mengikat selamanya. Jelas sekali BPKP Jawa Barat telah melakukan kecerobohan yang cukup fatal, karena sangat tidak cermat dalam mengeja naskah kesepakatan kerjasama antara Pemkab Bekasi dan Pemkot Bekasi.
Melampaui Kewenangannya
Surat BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Barat nomor : S-2113/PW10/4/2016 terdiri dari dua point. Point pertama berisi tentang Permendagri nomor 2 tahun 2007 tentang organ dan kepegawaian PDAM. Mengulas pasal 11 perihal pengangkatan Pejabat Sementara (PjS).