Lihat ke Halaman Asli

Sarkanto

Praktisi dan Akademisi

Anak di Bawah Bayang Kejahatan

Diperbarui: 25 September 2024   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bidang Hukum dan Advokasi Karang Taruna Kabupaten Temanggung

Lonceng Bahaya: Kriminalitas Anak di Indonesia, Sebuah Realitas Pahit yang Mendesak

Indonesia tengah menghadapi krisis yang kian mengkhawatirkan dengan meningkatan tajam kasus kriminal yang melibatkan anak-anak di bawah umur. Fenomena ini bukan lagi sekadar statistik, melainkan realitas pahit yang menuntut perhatian dan tindakan segera dari seluruh lapisan masyarakat.

Wajah-wajah Kejahatan Anak: Dari Bullying hingga Narkoba

Berdasarkan laporan dari berbagai lembaga seperti KPAI, Kemen PPPA, dan BPHN, kasus kriminal yang melibatkan anak-anak semakin beragam dan kompleks. Bullying, baik fisik maupun verbal, masih menjadi momok yang menghantui lingkungan sekolah. Mirisnya, kemajuan teknologi justru membuka pintu bagi cyberbullying, di mana anak-anak menjadi sasaran intimidasi dan pelecehan tanpa batas di dunia maya.

Kekerasan seksual terhadap anak juga menunjukkan tren yang sangat mengkhawatirkan. Ribuan kasus tercatat setiap tahunnya, mulai dari pelecehan fisik hingga eksploitasi seksual online yang semakin canggih, seperti grooming dan sextortion. Anak-anak yang seharusnya dilindungi justru menjadi korban kejahatan yang merusak masa depan mereka.

Selain itu, penyalahgunaan narkotika dan tindak kriminal lainnya seperti pencurian juga marak terjadi di kalangan remaja. BPHN mencatat banyak anak yang  terlibat dalam kasus-kasus ini, menunjukkan betapa seriusnya permasalahan ini.

Akar Masalah: Lingkungan Sosial dan Teknologi yang Tak Terkendali

Berbagai faktor berkontribusi terhadap meningkatnya kriminalitas anak. Lingkungan sosial yang tidak kondusif, seperti tekanan dari teman sebaya, ketidakharmonisan keluarga, dan kurangnya pengawasan dari orang tua, menciptakan lahan subur bagi tumbuhnya perilaku kriminal. Anak-anak yang merasa terabaikan atau tidak memiliki figur panutan yang positif lebih rentan terjerumus ke dalam dunia kejahatan.

Perkembangan teknologi yang pesat juga menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, teknologi membuka akses informasi dan peluang belajar yang tak terbatas. Namun, di sisi lain, anak-anak juga terpapar pada konten negatif dan kekerasan yang dapat merusak moral dan memicu perilaku agresif. Kurangnya literasi digital dan pengawasan dari orang dewasa membuat anak-anak rentan terhadap pengaruh buruk dari internet.

Upaya Pencegahan yang Belum Optimal

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline