Lihat ke Halaman Asli

Bulan Bintang, Ekspresi Perang di Masa Damai

Diperbarui: 16 Mei 2016   14:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bendera Alam Peudeng. Sumber: meuria.net


Sudah 10 tahun Aceh dibangun dalam suasana damai. Namun kata ‘damai’ itu ternyata hanya sebatas kemasan tanpa makna, karena di dalamnya masih terbungkus gejolak sosial dan politik. Salah satu pemicunya adalah persoalan bendera. 

Sudah berulang-kali dilakukan pertemuan konsultasi antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Pusat membahas ikhwal bendera, namun belum ada titik temu. Tokoh-tokoh politik Aceh, khususnya dari partai lokal tetap saja keukeuh dengan symbol GAM sebagai bendera Aceh.

Untuk memecah kebuntuan ini, tokoh eks Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Zakaria Saman mengusulkan sebuah solusi. Yakni agar masalah bendera dikesampingkan dulu, utamakan kesejahteraan masyarakat Aceh. Dengan gaya khasnya sebagai mantan panglima, Zakaria Saman berujar: “Bagi lon, bendera kon hana galak, tapi ureung Aceh utamakan pruet dilee. Keupeu bendera meunyoe pruet ureung Aceh mantong deuk, kon tacok tatiek lam parek keudeh.” (Saya bukan tidak suka dengan bendera, tapi orang Aceh harus kita utamakan dulu masalah perut-nya. Untuk apa bendera kalau orang Aceh masih lapar, ambil lempar ke parit saja.) http://www.nadpost.id/2016/05/dianggap-lecehkan-bendera-eks-wakil.html

Pernyataan tokoh yang akrab disapa Apa Karya ini kontan mendapat reaksi keras dari sesama mantan kombatan GAM. Saling nista pun tak terhindarkan.

Samsul Bahri alias Abu Nawah (mantan Wakil Panglima GAM daerah II Simpang Ulim - Peureulak, Aceh Timur) meminta Apa Karya untuk segera meminta maaf kepada rakyat Aceh karena menganggap bahwa bendera Aceh berlambang bintang bulan tidak penting.

Kritik paling pedas datang dari Imran Pase, eks kombatan GAM wilayah Pase. Ia menuding Apa Karya sudah tidak waras lagi.

“Bahasa seorang Zakaria Saman di koran harian Serambi Indonesia tidak lebih dari haba urueng ka jawai,” tambah Imran Pase. (Jawai = gila, Red.)

Perlawanan dari kelompok Apa Karya pun tak kalah sengit.

“Jadi yang jawai siapa? Mereka yang mengkritik tanpa solusi atau Zakaria Saman yang mengkritik penuh dengan solusi?” tangkis Safrizal, Ketua DPP Syedara Apa Karya.

Menurutnya, mereka yang menuding Zakaria Saman jawai tidak memahami makna di balik pernyataan bakal colon Gubernur Aceh itu. Justru Apa Karya sedang memberikan solusi, agar tokoh-tokoh Aceh lebih mengutamakan kesejahteraan masyarakat Aceh serta terpenuhinya lapangan pekerjaan bagi generasi muda Aceh.  Soal bendera, Apa Karya sudah menawarkan agar menggunakan lambang Kesultanan Aceh, yaitu Alam Peudang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline