Lihat ke Halaman Asli

bebet rusmasari

Menjadi bermanfaat

Menjadi Guru Tidak Pernah Sederhana

Diperbarui: 10 Oktober 2022   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menjadi guru bukan hal yg sederhana. Saya memulainya sejak tahun 2002 sampai sekarang sudah sekitar 17 tahun di usia saya yang saat itu masih muda dan adalah fresh graduate dari sebuah universitas kependidikan negeri di Kota Makassar. Di awal mulai menjadi guru, semua idealisme masa kuliah mati-matian diperjuangkan. Mulai dari administrasi mengajar, teknik dan strategi pembelajaran, bahkan sampai begadang membuat sendiri alat peraga pembelajaran.

Itu dulu. Sekitar 10 tahun lalu. Waktu semangat dan jiwa muda masih berkobar demi anak bangsa. Masih terngiang-ngiang di telinga cita-cita untuk mengabdi di pulau terluar. Bahkan masih ingin rasanya jadi relawan di perbatasan.

Semenjak ada Ujian Nasional (UN) dan sertifikasi guru, banyak hal berubah. Di awal mulainya UN dijadikan dasar kelulusan siswa, orientasi pengajaran beralih menjadi sukses ujian. Lebih mementingkan hasil daripada proses. Ini berdampak pada performance siswa. Mereka terampil mengerjakan soal latihan daripada unjuk kinerja dan  skill nya.

Ditambah lagi dengan sertifikasi guru yang mewajibkan pertemuan tatap muka guru di kelas adalah 24 jam. Beban kerja 24 jam per minggu itu sebenarnya boleh dibilang gampang-gampang susah. 

Bagi sebagian orang yg tidak memahami apa dan bagaimana pekerjaan 'guru' di kelas formal, maka tentu akan berkomentar gini, "yah itu kan udah resiko tugasnya kan. Lagian dapat tunjangan." Atau ada lagi yg bilang, "makanya guru harus kreatif dong supaya muridnya senang dan berprestasi."

Gak segampang itu. Gini lo, kalau mau dihitung-hitung nih. Anggaplah beban kerja 24 jam itu dibagi 2 kredit berarti 12 kelas. Jadi seorang guru rata-rata #wajib mengajar 12 kelas. Jumlah siswa di kelas kurang lebih 30 siswa per kelas. 30 siswa dikali 12 berarti 360 siswa per minggu.

Setiap guru harus menghadapi minimal 200 sampai 300 siswa per minggu. 200 siswa per minggu ! Siswa itu manusia. Mereka punya jiwa. Mereka unik. Masing-masing siswa itu punya kepribadian, karakter serta latar belakang pendidikan, ekonomi dan keluarga yang berbeda-beda. Setiap guru, mau tidak mau harus 'mengintervensi' kehidupan personal siswanya satu demi satu. Dan yg dilakukan guru bukan hanya mendidik tetapi juga mengisi jiwa mereka. Membakar semangat mereka. Membesarkan impian mereka. Ini pun bukan hanya terjadi di kelas. Tetapi sampai di lingkungan luar sekolah.

Hingga detik ini, menjadi guru adalah passion saya. Hasrat yang telah saya jalani hampir 16 tahun. Walaupun mungkin idealisme masa muda sudah terkubur dan tertimbun rapat jauh di palung terdalam kalbu, namun jalan hidup saya sebagai guru masih memiliki nafas. Nafas itulah yang menggerakkan jiwa-jiwa yang punya impian besar.

#they_are_people
#with_names




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline