Blitar, SD - Bedug Takbir telah berkumandang di seantero negeri (14/6), tanda bulan Ramadhan 1439 H telah berakhir dan bersiap diri menyambut datangnya bulan syawal, bulan yang menjadi penentu kemenangan menjalani puasa sebulan yang penuh berkah dan rahmat Allah SWT. Riuh rendang keceriaan umat muslim bersyukur atas selesainya jasmani dan rohani ditempa menjalankan hakekat puasa ditandai dengan mengumandangkan takbir dari sudut-sudut kota hingga serambi musholla yang ada di pelosok desa.
Pencapaian wujud syukur memasuki Idul Fitri, berbagai macam cara dilakukan, dari sekedar berkumpul bersama keluarga, gelar bhakti sosial, reuni teman sejawatnya dan kegiatan penuh manfaat lainnya. Begitu pula yang dilakukan leh Kang Jemono, seorang Pendamping Sosial asal Blitar ini. Bersama dengan Keluarga Penyandang Disabilitas, hari ini (18/6) mengadakan acara kumpul-kumpul seraya merayakan Hari Idul Fitri 1439 H, sebagai wujud kepedulian terhadap sesama 30 Penyandang Disabilitas yang hadir dalam acara tersebut.
Acara yang berlangsung penuh hikmat ini, tak jarang ada polah tingkah penyandang disabilitas yang membuat trenyuh dan mengiris hati, ketika diberi kesempatan untuk berbicara maupun unjuk kebolehan.
Di sela acara, Jemono mengatakan bahwa kegiatan pendampingan sudah dia geluti hampir 15 tahun semenjak rasa keprihatinannya terhadap kaum disabilitas kurang diperhatikan oleh banyak orang, termasuk pemerintah.
"Sejak tahun 2003, saya mendampingi dan berkumpul dengan mereka ini, semakin kesini justru semakin membulatkan tekad saya untuk berbuat lebih, agar mereka merasa nyaman dan tak ada beda dengan manusia normal lainnya", jelas Jemono.
Kegiatan yang berlangsung di Ngleduk, Sanan Kulon, Blitar ini sudah kesekian kalinya diadakan, cara anjangsana (berpindah tempat) sebulan sekali di rumah anggota Komunitas Penyandang Disabilitas se-Kabupaten Blitar.
Aktifitas yang dilakukan oleh Jemono adalah asistensi dan advokasi kepada seluruh anggota komunitas, bahkan yang diluar Komunitas inipun sering membutuhkan pendampingan dalam memperoleh pelayanan ataupun sarana prasarana lebih baik lagi. Klasifikasi dalam komunitas ini terdiri dari mereka yang punya kelainan/cacat mental maupun fisik, diantaranya tuna rungu, tuna grahita, tuna wicara, lumpuh dan kondisi fisik dengan penyakit tertentu (foto).
"Mereka yang berhasil kita rangkul dan ikutkan dalam komunitas ini kebanyakan masuk dalam kriteria keluarga tak mampu dan menyandang sakit Disabilitas, namun jika kita lihat ke dalam diri mereka punya semangat untuk menjalani hidup penuh syukur serta adapula yang tunjukkan prestasi, contohnya ada satu anak lumpuh kaki, berjalan dengan ngesot, Subhanallah... Dia pandai baca Alquran bahkan hafal beberapa Ayat Allah tersebut", terang laki-laki sudah memasuki usia 42 tahun ini dengan terbata-bata.
Jemono adalah salah satu umat muslim yang peduli dengan keadaan sosial yang beragam dan terjadi di sekitar kita. Pasti masih banyak Jemono yang lain di belahan bumi lainnya, pria asli Blitar ini saat masuk sekolah TK, Ayahnya meninggal dunia, menginjak SD sudah mencari tambahan ekonomi, dan saat SMP sudah terjun ke aksi-aksi sosial di lingkungannya. Berangkat dari kepahitan hidup yang lalu tersebut, beliau bertekad terdorong dan ingun berbuat, berbagi pada mereka yang berkesusahan.
Terbatasnya fasilitas, sarana prasarana untuk penyandang disabilitas, dan kurangnya kepedulian masyarkat sekitar terhadap penyandang disabilitas.
Termasuk institusi pemerintahan paling bawah (desa) yang masih belum mau melihat mereka, menjadi bagian yang penting untuk di perhatikan. Terutama disabilitas dari keluarga tak mampu secara finansal, mereka hampir tidak pernah tersentuh program penguatan kehidupan keluarga mereka.