Sudirman Said bertemu dengan Kyai Maimun Zubair atau Mbah Maimun dalam moment yang paling mengasikkan bagi seorang Muslim, yakni ibadah haji di Baitullah. Sudirman Said memang sebelumnya pernah bersilaturrahmi ke kediaman Mbah Maimun sebelum berangkat ke Makkah, namun Tuhan kembali mempertemukan mereka di rumah-Nya yang suci.
Dalam pertemuan di Makkah al-Mukkarramah tersebut, Mbah Maimun kembali mengulang pesan beliau sebelumnya di tanah air kepada Sudirman Said bahwa Jawa Tengah merupakan penyangga Republik Indonesia. Sebagai sebuah penyangga, posisi Jawa Tengah dalam bagian Indonesia bukan semata-mata urusan geografis, melainkan menentukan keberadaan Indonesia itu sendiri.
Apa yang dipesankan oleh Mbah Maimun tersebut memang sepenuhnya benar mengingat posisi strategis Jawa secara umum, dan Jawa Tengah secara khusus dalam lintasan sejarah Nusantara. Jawa Tengah merupakan pusat dari sejarah kerajaan-kerajaan besar di Jawa, mulai dari kerjaran Mataram Kuno, Sailendra, Majapahit, Demak, Mataram, dan lain sebagainya. Jawa Tengah bahkan terkenal sebagai pusat peradaban besar dunia sejak abad keenam Masehi.
Pada tahun 664 masehi, para biarawan Cina mulai berdatangan ke Jawa -- yang mereka sebut Heling atau Ho-ling. Tujuan kedatangan mereka bukan untuk berburu, namun untuk belajar dan menerjemahkan berbagai kitab suci agama Buddha dan mempelajari peradaban masyarakat Jawa saat itu.
Sejarah kebesaran Jawa Tengah dapat dilihat dari berbagai peninggalan dan monument. Candi Brobudur dan Prambanan merupakan dua dari ribuan bangunan peninggalan kerajaan-kerajaan besar Jawa Tengah. Candi Brobudur merupakan monument Buddha terbesar di dunia yang dibangun pada abad sembilan Masehi. Sementara Candi Prambanan adalah candi Hindu terbesar di Indonesia.
Selama masa perjuangan melawan kolonialisme Belanda, Jawa Tengah merupakan pusat perlawanan paling sengit. Karena itu, banyak tokoh pahlawan yang lahir dari daerah ini. Untuk menyebut beberapa di antaranya adalah Nyi Ageng Serang, Kartini, Ahmad Yani, Tjipto Mangunkusumo, Gatot Subroto, Jenderal Sudirman, dan lain sebagainya.
Artinya, ketika Mbah Maimun berpesan kepada Sudirman Said bahwa Jawa Tengah merupakan penyangga Republik Indonesia, maka pernyataan tersebut lahir bukan dari klaim semata, melainkan berangkat dari kenyataan sejarah yang tidak mungkin dipungkiri.
Selain berpesan tentang posisi strategis Jawa Tengah dalam lintasan sejarah, Mbah Maimun juga mengingatkan bahwa Jawa Tengah kaya dengan tradisi leluhur yang sangat melimpah dengan pesan-pesan moral. Mbah Maimun mengingatkan bahwa dahulu masyarakat diajarkan tentang nilai-nilai moralitas melalui tembang-tembang "jowo", sinom, dandang gulo, dan macapat.. Dahulu, anak-anak diajarkan tentang budi pekerti dan nilai-nilai keagamaan melalui berbagai tembang dolanan. Beberapa di antaranya seperti slukuk-slukuk batok, ilir-ilir, padhang bulan, menthok-menthok,dan gundul-gundul pacucul,dan masih banyak yang lain.
Pesan-pesan moral dan nilai-nilai kehidupan sangat berlimpah dalam syair-syair serupa. Sayangnya, berbagai warisan luhur tersebut mulai kurang dihayati di tengah-tengah masyarakat, bahkan beberapa nyaris hilang. Mbah Maimun menyebut bahwa saat ini nyanyian-nyanyian yang ada kehilangan substansinya sebagai pesan moral sehingga menyebabkan kesenian kehilangan ruh.
Sebab itu, Mbah Maimun berpesan kepada Sudirman Said bahwa harus ada yang berupaya mengingatkan kembali pesan-pesan moral yang disesuaikan dengan semangat zaman. Intinya, Jawa Tengah memiliki sejarah budaya tinggi yang tergambar dalam rangkaian panjang sejarahnya. Dan, Mbah Maimun berpesan kepada Sudirman Said supaya warisan tersebut harus dihidupkan kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H