Bab 1: Kertas Baru (3)
Perempuan usia dua puluhan itu memungut daun kering yang jatuh di atas jilbabnya. Tanpa dia sadari, seorang laki-laki dengan ransel dan langkah cepat berjalan di sisinya hingga ranselnya menabrak bahu kanan perempuan itu.
"Aw! Kalau jalan hati-hati, dong!" Refleks perempuan itu menegur. Lelaki itu berhenti. Dia menangkupkan kedua tangannya ke arah perempuan itu sambil membungkukkan tubuhnya. Sesaat setelahnya, lelaki itu kembali melangkah dengan cepat.
"Apa sih buru-buru banget sampai nggak lihat jalan. Sakit beneran ini ..." Dian mengusap bahu kanannya yang terasa nyeri.
Dian merapikan pakaiannya sesaat, lalu kembali melangkah memasuki gedung area dosen pembimbingnya berada. Ketika dia hendak menuju bangku stainless steel di depan ruang dosen, pupil matanya membesar. Pandangannya tertuju pada lelaki yang sedang duduk menyandar di salah satu tempat duduk itu.
"Permisi, Mas. Numpang duduk juga," katanya.
Lelaki itu mendongak kemudian bergeser sedikit, menarik tas ransel berukuran besarnya dan meletakkannya di lantai sebelahnya duduk.
"Silakan, Mbak. Maaf, tadi saya sedang buru-buru. Kalau ada yang luka, Mbak bisa ke rumah sakit untuk melakukan visum dan saya akan mengganti biaya perawatan sampai lukanya sembuh," sahut lelaki itu.
Dian berdecak. Padahal dirinya sudah berusaha untuk benar-benar melupakan kejadian beberapa saat lalu. Namun, kalimat lelaki itu membuat emosinya kembali naik ke ubun-ubun.
Dian mengembuskan napas perlahan sebelum mulai berbicara. "Maaf ya, Mas. Saya sudah memaafkan, dan saya nggak perlu biaya perawatan. Saya cuma mau ketemu dosen di sini, bukan mengikuti Mas ke sini."
Lelaki itu mengangguk-angguk mengerti. Dia meraba kantung jaket jeansnya, mengeluarkan sesuatu dari sana.