Lihat ke Halaman Asli

Erni Lubis

TERVERIFIKASI

Pengajar dan pembelar

Jajan dalam Perjalanan, dari Bus hingga Terminal

Diperbarui: 5 November 2020   14:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jajan dalam perjalanan. Sumber: infopublik.id.

Topik pilihan kompasiana kali ini tentang jajan dalam perjalanan mengingatkanku pada memori tahun-tahun silam.

Sejak tahun 2010 hingga akhir 2019 (9 tahun) Solo menjadi tempatku menimba ilmu dan mencari pengalaman. Ya, kurang lebih 9 tahun ini banyak pengalaman yang saya dapatkan di kota pendidikan itu. Jarak tempuh Wonogiri (tempat saya tinggal) - Solo sekitar 2 jam dengan mengendarai bus jurusan Wonogiri-Solo.

Bus Wonogiri-Solo. Sumber https://i.ytimg.com/

Pemandangan penjual makanan dan aneka dagangan lainnya yang naik turun bus, sudah bukan hal asing bagi saya. Dari Wonogiri lalu melewati Sukoharjo, dan terakhir Terminal Tirtonadi Solo bisa kurang lebih 5 pedagang menjajakan jajanannya. Jika ditambah dengan para pengamen, bisa sekitar 10 orang yang mengharapkan rejeki mereka ada di tangan kita.

Bahkan ketika saya perjalanan ke Jogja tidak hanya pengamen, tetapi pembaca puisi juga ada. Sedangkan bagi mereka yang memiliki kekurangan seperti tidak bisa berbicara, maka mereka memberikan amplop kepada kita agar kita memberikan seikhlasnya uang kepada mereka melalui amplop tersebut.

Fokus kepada para pedagang asongan, makanan yang biasa dijajakan yaitu tahu pong, kacang rebus, arem-arem, bakpia, permen, keripik, minuman, buah dan lain-lain. Bahkan tidak hanya makanan, ada juga alat tulis, kacamata, masker, buku doa-doa, buku memasak, dan lain-lain.

Jika penjual yang menjual makanan tahu pong, kacang rebus, dan arem-arem, biasanya mereka langsung bilang "tahu-tahu, kacang-kacang, arem-arem...." sembari memanggul keranjang dagangannya di pundak. Demikian juga penjual minuman, mereka akan bilang, "yang haus.. yang haus..yang haus.."

ilustrasi pedagang asongan dan pengamen berbagi tempat demi mendapatkan rejeki. Sumber: kamar121.wordpress.com

Agak berbeda, penjaja permen, keripik, dan barang-barang seperti peralatan tulis, buku, dan lain-lain, biasanya mereka akan memberi salam pembuka terlebih dahulu, dan meminjamkan 1-3 buah dagangannya kepada kita, barangkali kita berminat untuk membeli.

Barang dagangan yang dijual pedagang asongan tersebut memang lebih mahal daripada jika kita beli langsung di warung. Contohnya saja aqua. Aqua yang biasanya harganya hanya 2500, jika beli di pedagang asongan bisa 2x lipatnya yaitu 5000 rupiah.

Tidak semua penumpang tertarik untuk membeli di pedagang asongan, bisa karena mahal, bisa juga karena gengsi. Saya sendiri jarang beli di pedagang asongan jika bukan karena kepepet. Misal karena benar-benar haus. Atau kadang juga karena kasihan.

Tapi saya ingat, ada penjual bakpia pathok yang sangat laris sekali dagangannya di bus yang saya tumpangi. Bakpia yang tadinya masih banyak, barang sekejap tinggal sedikit. Bahkan ada yang membeli lebih dari satu kotak.

Penjual tersebut awalnya menawarkan dagangannya dengan salam pembuka yang sangat baik, tidak monoton, ramah pembeli, dan selalu tersenyum, bahkan berkelakar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline