Tahun ajaran baru 2020/2021 telah dimulai sejak Senin, 13 Juli 2020. Tahun ajaran baru yang berbeda dibanding tahun ajaran baru sebelum-sebelumnya.
Jika tahun ajaran baru sebelumnya guru akan mengisi waktunya untuk meminta siswa berkenalan di depan kelas, dan menceritakan kegiatan liburannya, maka tahun ajaran baru ini guru harus memutar otak bagaimana agar siswa bisa belajar kembali, bisa bertatap muka kembali baik langsung maupun tidak langsung, atau minimal guru akan mengetahui bagaimana kondisi siswa-siswanya di rumah.
Di masa pandemi ini sekolah sibuk memasang wifi, guru kelas sibuk menanyakan siswanya sudah bangun atau belum melalui whatsapp baik telpon maupun chat, bahkan guru kelas juga sempat kecolongan waktu karena ternyata handphone siswa dibawa orangtuanya kerja sehingga guru tidak mampu memantau siswanya. Meskipun dalam kondisi pandemi, guru tidak boleh berleha-leha.
Sebelum menceritakan tentang kegiatan memulai tahun ajaran baru 2020/2021 ini, saya akan menggambarkan terlebih dahulu latar belakang lingkungan sekolah kami. Sekolah tempat saya mengajar meskipun terletak di desa, tetapi tidak pelosok, terjangkau dengan internet. Guru-guru di sini juga masih muda-muda semua, sehingga tidak ada yang gagap teknologi (gaptek).
Siswa yang bersekolah di sini dari kelas 1-6 sekitar 80an siswa, dimana tiap-tiap kelas kurang lebih 11-15 siswa. Mereka tinggal di desa P, B, dan K.
Tidak semua siswa yang bersekolah di sini memiliki Handphone. Hal ini disebabkan beberapa faktor, salah satunya perihal perekonomian. Mayoritas orangtua siswa yang bersekolah di sini bekerja sebagai petani, buruh tani, buruh pabrik, buruh pasar, dan pedagang kecil-kecilan di rumah.
Petani yaitu orangtua siswa yang memiliki lahan dan dikelola sendiri. Mereka mendapatkan uang dari hasil panen jagung, kacang, dan singkong selama 1 tahun 3x dengan sekali panen hasilnya 1 juta lebih. Biasanya hasil panen tersebut selain untuk menyekolahkan anak dan kehidupan sehari-hari, juga dikurangi untuk membeli pupuk dan membayar buruh tani yang membantu di ladang mereka.
Buruh tani yakni orangtua siswa yang membantu menggarap ladang tetangga yang memiliki ladang. Sehari biasanya mereka dibayar 50ribu dengan jam kerja dari pukul 07.00 hingga 16.00. Jika tidak ada buruhan, biasanya para bapak-bapak akan memancing di sekitar waduk, sedangkan ibu-ibu menganggur di rumah.
Buruh pabrik yakni orangtua siswa yang bekerja di pabrik dengan gaji sekitar 1-2 juta selama 1 bulan, biasanya mereka berangkat pukul 06.00 dan pulang pukul 16.00 jika tidak ada lemburan. Jika ada lemburan, biasanya hingga pukul 22.00.
Buruh pasar yaitu orangtua siswa yang bekerja sebagai buruh di pasar dengan gaji 20ribu sehari dari pukul 05.00 hingga 16.00.
Pedagang kecil-kecilan yaitu orangtua siswa yang berdagang toko kelontong, atau makanan (gorengan, cilok, pecel) dan minuman (es teh, dawet, pop ice) di depan rumah mereka untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Biasanya yang membeli anak-anak tetangga kanan-kiri. Dalam satu desa, bahkan ada yang 2-3 orang berjualan dagangan serupa, hal ini menyebabkan ketatnya persaingan dagang antar tetangga.