Nadiem Makarim selaku menteri pendidikan mulai membuat gebrakan. Gebrakan tersebut yaitu empat program pokok kebijakan pendidikan "Merdeka Belajar".Program tersebut meliputi perubahan pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi. Dari empat program tersebut maka saya tertarik untuk membicarakan tentang UN, karena sejatinya saya adalah korban UN. Dan bukan hanya saya, mungkin semua orang yang pernah bersekolah adalah korban UN.
Nadiem Makarim tidak akan menghapus Ujian Nasional, tapi akan diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survey karakter. Demikianlah info yang saya baca hari ini di kompas.com dengan judul "Klarifikasi Nadiem Makarim: UN Tidak Dihapus, Hanya Diganti...".
Asesmen kompetensi minimum yang dimaksud Nadiem Makarim adalah pemetaan terhadap dua kompetensi minimum siswa, yakni dalam hal literasi dan numerasi. Literasi yang dimaksudkan bukan hanya kemampuan membaca, tetapi kemampuan menganalisis suatu bacaan dan memahami konsep di balik tulisan tersebut. Sedangkan numerasi berarti kemampuan menganalisis menggunakan angka. Sementara terkait survey karakter berupa penerapan asas-asas pancasila. Sumber: tirto.id "Ujian Nasional Dihapus, Diganti Asesmen Kompetensi dan Karakter.
Melihat penjelasan Nadiem Makarim tentang asesmen kompetensi minimum dan survey karakter, menurut saya Nadiem Makarim ingin mencetak calon Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan calon karyawan Badan Usaha Milik Negara(BUMN), haha. Asesmen kompetensi minimum yang dijelaskan Nadiem seperti Tes Intelegensi Umum (TIU), atau seperti tes masuk S2 dan S3 menggunakan Tes Potensi Akademik (TPA).
Sedangkan survey karakter yang dijelaskan seperti Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Atau mungkin berbeda, entahlah.
***
Lalu pikiran saya kini kembali pada masa SMP saya. Ketika saya SMP, di sekolah meski saya tidak pernah juara satu tapi saya tergolong anak yang memiliki kompetensi akademik baik.
Saya pernah terlibat dalam olimpiade matematika dua kali dan saat ujian nasional berhasil meraih nilai matematika 9,25. Mendapat peringkat ke lima dari seluruh siswa di sekolah saya. Untuk dipilih ikut olimpiade matematika dan mendapat nilai UN 9 tentu saya butuh perjuangan yang tidak sebentar. Saya mengikuti les privat setiap satu minggu 3x.
Tapi kemampuan matematika saya menurun ketika SMA. Karena saya memilih sekolah swasta Islam dan tinggal di asrama. Meski guru matematika saya masih mengakui saya pintar dalam matematika tapi saya pribadi merasa focus saya berkurang karena saya kurang bisa focus dalam belajar. Dan itu terbukti, nilai UN matematika saya hanya mendapatkan 7 koma sekian, lalu di dongkrak dengan nilai harian jadi 8 koma sekian. Jujur saya kecewa.
Pada akhirnya saya pun gagal masuk universitas negeri jurusan matematika. Dan demi meringankan beban orang tua saya memilih universitas swasta dengan mengambil jurusan pendidikan agama Islam, karena di universitas swasta yang saya pilih matematika sekitar 8juta sedangkan pendidikan agama Islam hanya 2 juta.