Lihat ke Halaman Asli

Erni Lubis

TERVERIFIKASI

Pengajar dan pembelar

Hujan dan Kenangan Tentangmu

Diperbarui: 10 November 2019   20:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

entertainment.abs-cbn.com

Apa yang kamu ingat tentang hujan? Suara deras disertai guntur. 

Suara itu mengingatkan ku masa-masa kecil kita. Saat berusia dalam hitungan jari.  Kau tak pernah membiarkanku merasakan dingin. Maka, kau dekap aku dengan selimut hangat.

Saat kilat tampak dari genting kaca, kau tak pernah membiarkanku takut. Kau bilang, kita pura-pura bermain di bawah rintik hujan. Anggap kita sedang berteduh.

Kau membuatku mengatasi ketakutan-ketakutanku pada hujan. Ombrophobia.

Lalu tiba suatu masa, saat usia kita tak mampu dihitung dengan jari. Kita berada di usia belasan tahun. Berada di tempat berbeda. Saat itu hujan begitu deras. Aku kepayahan duduk sendiri di mushola kecil belakang sekolah. Tak ada teman. Dan ku menangis.

Saat itu kesakitanku adalah pertanyaan tentang, apa kau mengingatku di kala hujan? Apa kau memikirkanku tentang, bagaimana aku mengatasi kekejaman suara gemuruh dari langit? Aku melewati masa-masa takut hujan dengan pura-pura tak mendengar deras suaranya. Menutup telinga dan pura-pura tidur, berharap memimpikanmu di alam berbeda. Tapi gagal, kenyataannya, saat itu, aku hanya memikirkan bayangan kita di masa kecil.

Lalu, kita beranjak menjadi pribadi yang dewasa dengan usia dua puluhan lebih. Sudah tak ada sapamu, pun tak ada sapaku untukmu. Kita seperti insan yang tak mengenal. Bahkan kau tak pernah tanya bagaimana aku mengatasi ketakutan pada hujan, sekalipun melalui pesan media sosial, tak ada tentangmu lagi.

Malam ini, hujan datang lagi. Dan aku hanya mampu meringkuk di bawah selimut. Bukan menangisi ketakutan tentang hujan. Tapi menangisi masa-masa kesepian, tanpa seorang kawan, tepatnya tanpamu.

Aku pernah berandai-andai, tentang aku, kamu, dan hujan. Andai kita selalu menjadi anak yang usianya bisa dihitung dengan jari, mungkin diantara kita tak kan ada sekat. Tapi aku tidak ingin kembali pada masa itu, karena aku tak ingin bergantung padamu hanya di kala hujan.

 Pada akhirnya kita mendewasa, dan aku mampu mengatasi kekacauan hidupku tentang hujan. Maka, butiran hujan di kaca kini bukan tentang rindu ku pada masa kecil kita, tapi pada kesedihanku tentangmu yang telah termiliki.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline