Lihat ke Halaman Asli

Lipur_Sarie

Ibu rumah tangga yang mencintai alam

Bedhaya Anglir Mendhung, Pusaka Pura Mangkunegaran yang Sempat Mati Suri

Diperbarui: 2 Maret 2023   14:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gb 1 Maju beksan tari Bedhaya Anglir Mendhung(ft koleksi Sejarah Jejak Mataram)

Tari Bedhaya Anglir Mendhung mempunyai sejarah panjang.Tarian ini merupakan yasan ndalem (karya) RM Said atau Pangeran Samber Nyawa sebelum naik tahta menjadi KGPAA Mangkunegara I dibantu oleh dua orang penata gendhing yaitu Kyai Gunasuta dan Kyai Kidungwulung yang menceritakan perjuangannya melawan Belanda di Ponorogo, Jawa Timur antara tahun 1752. Tari ini ditarikan oleh tujuh penari putri yang masih gadis dan tidak sedang dalam masa haid dengan durasi waktu kurang lebih 45 menit. Selain harus mempunyai kondisi fisik yang prima, juga diperlukan penari cadangan. Supaya pada saat dipentaskan aturan-aturan tersebut bisa terpenuhi dengan baik.

Pada saat itu secara yuridis, wilayah kekuasaan Pura Mangkunegaran lebih kecil dibanding Kasunanan Surakarta. Pura Mangkunegaran setara dengan kadipaten. Karena hal itu pula, maka jumlah penari Bedhaya Anglir Mendhung berjumlah tujuh (7) orang. Tidak seperti Tari Bedaya Ketawang yang berjumlah sembilan (9) orang. Meskipun dua-duanya adalah tarian sakral.

Bedhaya Anglir Mendhung dikatakan tarian sakral, karena hanya bisa dipentaskan pada saat-saat tertentu saja. Yaitu pada saat jumenengan atau acara peringatan kenaikan tahta raja dengan penari, pesinden dan pengendhang putri. Hal tersebut dilakukan untuk menghormati laskar perempuan Pangeran Samber Nyawa yang ditakuti Belanda karena senjata panahnya, yaitu Legiun Prajurit Estri yang dinamakan Pasukan Ladrang Mangungkung dan Jayeng Rasta. Tarian ini menjadi milik Pura Mangkunegaran, dan tidak boleh dipentaskan di tempat lain.

Tarian Anglir Mendhung berasal dari kata anglir atau lir yang artinya seperti atau serupa. Sedangkan mendhung berarti berawan. Sehingga Anglir Mendhung dapat diartikan sesuatu yang menyerupai awan. Konon, setiap kali tarian ini dipentaskan, daerah sekitar Pura Mangkunegaran akan turun hujan lebat disertai angin.

Buku Reksa Pustaka Mangkunegaran yang berjudul "Anglir Mendhug Monumen Perjuangan Mangkunegara I" menyebutkan bahwa tarian ini pada awalnya ditarikan oleh tiga (3) penari putri dan sempat hilang kurang lebih 1,5 abad hingga pada akhirnya direkonstruksi kembali pada masa Mangkunegara VII oleh KRAy Partini Partaningrat. Dengan kata lain, tarian ini ada sejak era Mangkunegara I namun sejak era Mangkunegara II tidak dipentaskan. Hingga pada tahun 1981 kembali dipentaskan.

Adapun busana yang dikenakan pada tarian ini adalah kain dodot ageng warna hijau lumut dengan motif alas-alasan warna prada emas dan buntal. Dodot adalah kain mori yang sudah diberi motif dengan panjang dua kali lipatnya jarik. Buntal, adalah sejenis daun-daunan dan bunga segar yang dirangkai sedemikan rupa yang diletakkan dari kanan kiri pinggang kebelakang dengan sedikit melengkung ke bawah. Dua hal itu bermakna kesuburan. Kemudian jarik (kain) samparan cindhe warna merah, sampur cindhe warna merah (senada dengan jariknya).  

Properti yang digunakan adalah gendewa nyeyep. Saat maju beksan (awal) gendewa nyenyep dibawa di tangan kiri setiap penari menghadap ke bawah. Properti tersebut memperkuat gambaran suasana peperangan pada saat itu.

Gendhing yang mengiringi tari Bedhaya Anglir Mendhung adalah gendhing Ketawang Alit Anglir Mendhung. Gendhing tersebut ada pada jaman yang sama dengan gendhing Ketawang Ageng, yaitu pada masa Panembahan Senapati antara tahun 1575 Masehi. Oleh Kyai Secokarno dan Kyai Kidung Wulung gendhing Ketawang Alit Anglir Mendhung dijadikan gendhing Kemanak untuk mengiringi tari Bedhaya Anglir Mendhung.

Pada tanggal 1 Maret 2023 dengan diiringi gamelam Kyai Kanyut Mesem tarian Bedhaya Anglir Mendhung kembali di pentaskan dalam acara Tingalan Jumenengan Dalem Ingkang Jumeneng K.G.P.A.A Mangkunagoro X. Satu tahun naik tahta. Sebelum acara tersebut berlangsung, ada beberapa laku atau tirakat yang harus dilakukan antara lain nyekar (ziarah) ke makam para leluhur dan nyaos dhahar di empat penjuru arah mata angin. Utara, selatan, timur dan barat. Nyekar adalah pergi ke makam leluhur mendo'kan para leluhur dengan menaburkan bunga-bunga sedangkan caos dhahar adalah meminta berkah kepada para leluhur memohon do'a kepada yang Maha Kuasa supaya acara berjalan dengan lancar.

Untuk para penari diharuskan puasa satu hari sebelum hari H. Supaya benar-benar bersih lahir batin ada saat hari H. Sebelum tari Bedhaya Anglir Mendhung dipentaskan, terlebih dahulu dilantunkan surat Al-Fatihah. Dalam kelemahlembutan seorang wanita, ada keberanian yang luar biasa. Berperang melawan penjajah dan berani mengangkat senjata demi tanah air tercinta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline