Lihat ke Halaman Asli

Sarianto Togatorop

Pengajar yang menyukai kebebasan

Biarkan Siswa Menemukan Solusi, Menghadapi Kegagalan, dan Terbiasa dengan Kesulitan

Diperbarui: 8 Juni 2020   17:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belajar di rumah dilakukan oleh salah satu siswi Fatih Puteri Bilingual, Banda Aceh. (DOK. FATIH SCHOOL ACEH) i

Sudah lama ingin menuliskan ini, namun selalu diliputi rasa enggan. Sampai sesuatu pagi ini memantapkan saya untuk menuliskan unek-unek ini. 

Sebuah pesan di WhatsApp yang sebenarnya sudah masuk menjelang pukul 24.00 malam tadi. Sepertinya pengirimnya tak bisa tidur memikirkan hal ini. Saya sudah tertidur dan pagi harinya barulah saya membuka pesannya.

Pesan itu datang dari salah seorang rekan kerja saya. Tepatnya seorang wali kelas di mana saya mengajar kelasnya. Sangat wajar seorang wali kelas akan berkomunikasi dengan guru lain untuk menyelesaikan permasalahan anak-anak kelasnya. Dan tentu saja, ini ada urusan masalah dengan anak-anak kelasnya.

Langsung saja ke permasalahannya. Semenjak PSBB diterapkan dan sekolah dianjurkan untuk melaksanakan pembelajaran moda daring, siswa dan guru melakukan peroses belajar jarak jauh, menggunakan media internet untuk saling terhubung dan ruang kelas berubah menjadi dunia maya dan tatap muka berganti menjadi live streaming atau sekadar memutar video pembelajaran. Ada juga yang langsung dibimbing dalam WhatsApp Group. Entah apa pun metode yang dipergunakan, yang penting tidak dengan berkumpul di dalam kelas.

Berbeda dengan kelas lainnya, kelas ini unik karena jumlah siswa yang muncul dalam aktivitas belajar daring hanya sebagian kecil. Laporan tugas yang masuk pun jumlahnya tak sepadan dengan jumlah siswanya. 

Sepengetahuan saya hanya beberapa yang tidak memiliki gawai untuk terkoneksi internet. Namun anehnya, justru nama mereka tetap tercantum dalam daftar siswa yang sudah melaporkan tugas. Artinya mereka dengan kesulitan yang mereka hadapi, berhasil menemukan solusi atas kesulitan mereka, yaitu dengan meminjam gawai orang lain untuk sekadar mengirimkan tugas.

Ke mana sisanya? Saya menduga mereka kurang peduli dan mencoba menghindar dari kegiatan kelas daring, karena tidak tatap muka langsung dengan guru, sehingga mungkin keberanian untuk menghindari kelas muncul seketika. Tapi anehnya hal tersebut bertahan lama. Kalau tak salah wali kelasnya juga mengalami hal yang sama, bahkan sampai mengejar mereka ke media sosial lainnya seperti Facebook supaya tetap aktif dalam kegiatan belajar, minimal mengumpulkan tugas harian. Namun hasilnya belum signifikan.

Sampailah akhirnya pada Ulangan Kenaikan Kelas (UKK). Menurut Surat Edaran Kementerian Pendidikan bahwa untuk pelaksanaan UKK, disarankan menggunakan moda daring, luring, atau kombinasi keduanya. Sementara sekolah menetapkan bahwa UKK dilaksanakan dengan metode penugasan. 

Siswa akan diberi naskah soal yang dibagikan secara berjadwal menghindari siswa berkerumun dan akan dikumpulkan secara berjadwal juga. Walau sebenarnya saya tidak setuju pada cara ini karena akan menyebabkan siswa ke luar rumah mengabaikan anjuran stay at home. Saya tetap memilih melaksanakan UKK secara daring. Mungkin saya sendiri atau ada beberapa guru lain.

Ekspresi Siswa Saat Kesulitan Menjawab Soal Ujian (Sumber Foto: nationalenglishcentre.com)

Di sini masalahnya. Terjadilah perbincangan yang sangat serius antara saya dan wali kelasnya. Wali kelasnya bersikeras bahwa melaksanakan UKK dengan sistem daring tidak efektif karena siswanya tidak banyak yang aktif selama kegiatan belajar moda daring, sehingga akan banyak siswa yang tidak mengikuti UKK.

Saya tetap pada pendirian saya bahwa pilihan terbaik buat saya saat ini adalah UKK secara daring, dengan pertimbangan itu lebih aman buat siswa dan keluarganya, juga aman buat saya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline