Lihat ke Halaman Asli

Sarianto Togatorop

Pengajar yang menyukai kebebasan

Tamat di Masa PSBB, Ini Derita Angkatan Corona

Diperbarui: 6 Juni 2020   06:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siswa SMA Beffoto bersama guru (sumber: Dokpri)

Tahun pelajaran ini boleh jadi menjadi tahun pelajaran yang kurang mengenakkan bagi para pelajar terkhusus yang akan menyelesaikan jenjang pendidikannya. Bagaimana tidak, Pandemi Corona telah mengubah proses pelaksanaan kegiatan belajar.

Pandemi Covid-19 yang menjadi ancaman kesehatan karena penularannya yang mudah dan belum ditemukannya vaksin yang ampuh melumpuhkan virus ini menjadi penyebab ketakutan menghantui siapa pun. Pemerintah menetapkan pembatasan sosial berskala besar dan protokol pencegahan penularan Covid-19 sebagai upaya menekan penyebaran virus ini di masyarakat. Jumlah orang yang terinveksi terus meningkat, semua orang diminta di rumah saja.

Imbas dari penerapan PSBB pada dunia pendidikan adalah sekolah-sekolah ditutup sementara dan kegiatan belajar dilangsungkan jarak jauh. Pola penyelenggaraan pendidikan terpaksa harus menyesuaikan diri dengan situasi yang tidak memungkinkan untuk belajar tatap muka.

Tak hanya siswa, guru pun merasakan kejenuhan dengan cara belajar yang banyak dinilai kurang efisien untuk saat ini. Masyarakat kita belum terbiasa menerima perubahan yang secara mendadak, walau sebenarnya ini malah membuka pola berpikir masyarakat, bahwa pendidikan dilaksanakan tidak hanya dengan kegiatan tatap muka.

Siswa SMA kelas XII mungkin adalah yang paling banyak merasakan dampak pandemi ini terhadap pendidikan mereka. Dalam sekejap, kebijakan pendidikan berubah dan segala rencana pun berantakan. Ada yang diuntungkan, walau lebih banyak merasa dirugikan. Kekecewaan itu tampak dari bagaimana mereka menyebut diri mereka Angkatan Corona.

Ujian Nasional Dibatalkan

Ujian Nasional(UN) tahun ini yang digadang-gadang menjadi UN terakhir, seharusnya dilaksanakan pada akhir Maret hingga awal April. Namun kebijakan ini dibatalkan mengingat PSBB masih diberlakukan dan demi keselamatan siswa beserta keluarganya. Tak hanya UN, Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) pun dihentikan di tengah jalan.

Keputusan pembatalan UN diambil dari hasil rapat terbatas kementrian pendidikan dan komisi X DPR yang memutuskan mempercepat penghapusan UN yang seharusnya dimulai tahun depan. Penghapusan UN ini diambil dengan tidak merugikan hak siswa dalam hal memperoleh kelulusan tanpa menjadikan UN menjadi syarat kelulusan dan ketiadaan nilai UN tidak akan menjadi permasalahan di kemudian hari.

Boleh jadi ini menyenangkan bagi siswa, sebab kelulusan mereka tak lagi membawa-bawa nama UN dalam proses penentuan kelulusan. Memang UN bukan penentu keleulusan, namun untuk lulus disyaratkan harus mengikuti UN. 

Namun mengingat persiapan yang telah dibuat jauh-jauh hari, belajar tambahan yang bahkan sudah dilaksanakan sejak pertengahan semester ganjil rasanya sia-sia tanpa UN yang mengukur hasil belajar mereka mereka. Belum lagi besarnya biaya persiapan yang sudah mereka keluarkan. Rasanya pembatalan UN ini tak seenak yang dibayangkan.

Dengan dibatalkannya UN, maka tentu saja mereka akan tamat tanpa nilai UN, dan sebagai gantinya nilai rata-rata rapor selama sekolah akan menjadi acuan gambaran pencapaian pendidikan. Tanpa ukuran skala nasional. Bagi siswa yang penasaran dengan pencapaiannya secara nasional, tentu ketiadaan nilai UN ini menjadi kurang menantang. Namun bagi mereka yang tak mementingnya nilai UN, ini sebuah kemenangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline