Lihat ke Halaman Asli

Sari Agustia

IRT, Penulis lepas

Doaku untuk Keluarga di Akhir Ramadan

Diperbarui: 10 Mei 2021   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desain koleksi pribadi

Doa apa yang paling ingin diminta saat ini di akhir Bulan Ramadan 1442 H?

Saya ingin dilembutkan hati yang penuh rasa marah, kurang sabar, dan kurang bersyukur.

Pandemi itu suatu keadaan yang aneh. Kenapa? Ketika semua anggota keluarga berada terus di rumah, justru malah jadi sumber masalah. Sebut saja, sekolah daring anak yang membuat jantung terus terpacu karena pekerjaan rumah anak menumpuk, kebutuhan bergawai yang lebih dari biasanya, suami yang acuh dengan urusan rumah tangga, sampai sederet hal lain yang bikin pusing kepala.

Meski mungkin bukan langsung alasan karena pandemi, tapi nyata adanya angka perceraian yang terjadi di kurun waktu pandemi covid-19 Maret 2020 sampai Februari 2021 meningkat pesat. Alasannya beragam, mulai dari ketidakcocokan, perselisihan terus menerus, sampai isu orang ketiga. (sumber: kompas.tv 8/3/2021).

Sedikit banyak alasan tadi adalah juga terjadi di keluarga kecilku. Jika hati ini kurang lembut dan ikhlas, maka akan berbahaya bagi keluarga.

Ibu punya beban terbesar; membersamai anak, mengurus rumah tangga, terbatasi kegiatan, hampir hilang me time-nya. Ibu juga yang punya kecenderungan ngomel dan perhatian lebih banyak pada si sulung yang akan menempuh ujian. Ibu juga juga yang harus memastikan pekerjaan rumah dan sekolah adik-adiknya bisa selesai minimal bisa terkumpul tepat waktu. Ibu ingin lakukan banyak hal, tapi memang sering terkendala terbatas waktu yang dimiliki dan lelah.

Semua anak sekolah di rumah. Bukan mudah juga buat mereka adaptasi dengan guru dan teman jauh tak nampak fisik utuhnya. Ada kadang ambil kesempatan tutup kamera dan melihat hal lain di internet. Ketahuan sama ibu, berabe jadinya. Perkelahian, ngambek, omelan, dan sanggahan jadi makanan sehari-hari. Ibu ingin anak bisa mandiri dan jujur, malah beralih penuh propaganda dan curiga. Kalau sudah begini mau gimana?

Suami istri dulu bersama hanya sebatas 8 jam di kamar tidur. Selebihnya punya dunia masing-masing. Suami banyak di luar rumah memang sudah kondratnya mencari nafkah.

Kemudian semua berubah karena di rumah bekerja tak lagi sama; ada anak yang gelendotan, suara bising istri memanggil minta bantuan, suara teriakan anak tetangga tantrum, sampai pak bos yang kalau meeting daring suka engga perasaan sudah di luar jam kerja. Usaha kerja di rumah kayanya dobel.

Jika bukan karena cinta dan sayang; pengertian dan keikhlasan; atau iman pada Sang Pencipta, pasti banyak yang kibarkan bendera putih; putus asa dan sedih. Namun, coba bandingkan pada keluarga lain yang susah mau bersama karena terpisah jarak, mau makan pilih-pilih karena tabungan menipis, atau mau sekolah juga engga bisa karena sudah putus sejak lama. Keadaan saya jauh lebih beruntung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline