Lihat ke Halaman Asli

Sari Aryanto

fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Catat Hitam tentang Gya

Diperbarui: 24 September 2019   22:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kali ini, apa yang harus kumaknai? Dari sebuah pertalian yang tak terikat, tak tersimpul. Namun, begitu kuat menempel pada roh-ku.

"Apa kabarmu, Perempuan Batu?" tanyamu serupa hantu, datang tiba-tiba menyelinap ke dalam mimpi buta pada malam sepekat arang.

Aku tak pernah mengharapkanmu kembali hadir dalam hidupku, Gya. Meskipun kau selalu bisikkan tentang hutang darah padaku. Siapa berhutang pada siapa, Gya? Akukah yang meminum darah dari nadimu? Atau kau yang menghirup nyawa dari ubun-ubunku?

Gya, bukan aku tak mencintaimu hingga kubangunkan pagi dengan bakaran jerami. Namun, dapatkah kususui mulutmu dengan penuh payudaraku, sementara kau putus silsilah Rama-ku? Durhaka aku pada leluhurku jika kulahirkan anak bagi pembasmi akar mereka.

Lalu mengapa kau mengejarku hingga pada kelahiranku yang keseribu? Cintakukah yang hendak kau gapai? Atau matiku sebagai penebus dendam masalalu? Sampai kapan, Gya? Kita berputar pada lingkar karma tanpa jeda, dan mati tersiksa pada pusaran cinta ternoda darah.

Pergilah Gya! Kumohon bebaskan sukmaku dari kelindan karmasamsara.

#poeds 240919

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline