Hari masih gelap, tapi warga desa sudah berbondong-bondong pergi ke perkebunan teh. Sebelum matahari terbit mereka harus memetik teh sebanyak-banyaknya agar mendapatkan pucuk teh dengan kualitas yang terbaik, sehingga dihargai tinggi ketika ditimbang oleh mandor Sukri.
Begitu pula dengan keluarga Supomo, lelaki itu bersama istri dan ketiga anaknya yang seharusnya masih bersekolah bergegas ke perkebunan. Mereka bekerja sampai jam sembilan pagi.
Setelah memetik teh, mereka akan membawa hasil petikannya ke penimbangan dan menukarkan hasil petikan mereka dengan beberapa lembar rupiah.
Lestari, Asmara, dan Citra belum bersekolah dikarenakan biaya yang tidak dipunyai orangtuanya. Ketiga anak itu sering merasa sedih saat melihat anak lain berbaris dengan seragam melewati perkebunan.
Namun apa daya, keadaan ekonomi yang memaksa mereka menelan segala keinginan. Pak Supomo bukan tidak tahu apa yang dipikirkan anaknya, tapi upah sebagai buruh petik teh bahkan kadang kurang untuk kehidupan sehari-hari.
***
"Bu Siska, nanti Ibu akan tinggal di sini dengan seorang asisten rumah tangga, " kata Pak Bayan pada calon dokter yang ditempatkan di dusun mereka.
***
Dusun Pandan adalah salah satu dusun penghasil teh terbaik di pulau Jawa. Hamparan perkebunan dengan harum khas dapat tercium sejak masuk di gapura pembatas antar dusun. Di dusun ini sudah lama tidak ada fasilitas kesehatan, tepatnya tidak ada petugas kesehatan yang menempati puskesmas pembantu di ujung dusun. Saat ada kabar adanya petugas yang bersedia ditempatkan di sini, Heru, Bayan dusun ini langsung membersihkan dan merenovasi gedung pustu dan rumah dinas agar segera bisa ditinggali saat petugas datang.
***