Aashi, lama waktu terjeda, menunggu sapa dalam rentang senyap; tanpa suara. Aku hanya mampu melumay kecupan-kecupan yang kau titip pada embun, saat raga terlelap semalam.
Sementara, di luar jendela hujan menyapa dengan desah. Memaksaku relakan resah yang mengintip manja di sesela rimbun daun bambu. Kau tahu? Aku merindukan kegilaan yang tak kunjung tuntas. Menatap sebayang wajah dalam ritmis gerimis yang kupinjam dari pena sang pujangga.
Aashi, sampai kapan kita siasati angin? mencumbu angan, dan bertaruh setia seakan akulah Sitha yang terselamatkan api suci. Sedang hati terpaut padamu lelaki dengan pemilik sejati.
Aku; masih mawar pencatat hitam yang terus merindukan rembulan di tanggal lima belas.
#poeds 050719
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H