Lihat ke Halaman Asli

Sari Aryanto

fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

[EMPSK]Pintaku, Aksitha Cita

Diperbarui: 17 Mei 2019   19:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar https://iheartdaily.com/ 

Hanya kita, Kak. Tertinggal dalam ruang bernama puisi. Termangu menatap dua dunia, pagi dan senja. Mencoba pahami makna dari arti rindu dalam kubang luka;  tak terkatakan.

Sampai waktu mengabarkan waktu terbit mentari. Dan wujud basah embun di atas rapuh kelopak mawar mulai menjauh .

Tinggal kita, Kak. Terbentuk dari tawa dan tangis tanpa pura-pura.
Seperti hujan yang pasti datang setelah mendung. Berharap pada datang pelangi; sebatas mimpi.

Sampai sarayu membisik renjana akan filantropi yang memilih pergi. Akankah kembali?

Tinggal kita, Kak. Berbincang dengan sepi kala lebah berdengung penuhi ceruk yang disebut gelisah. Memintal gelebah menjadi selendang dan menyematnya sebagai kenang.

Tinggal kita, Kak. Dan aku takut menghadapi pekat malam, tanpamu.

Jangan pergi, kumohon...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline