Lihat ke Halaman Asli

Sari Aryanto

fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

[RTC] Ironi

Diperbarui: 28 Juli 2018   08:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. Rumpies The Club

"Nak, lipatlah dahulu perutmu!" pinta ibu berbaju biru berhias benang ungu yang melekatkan kain blacu atas koyak berjumlah seribu.

Si kecil berkepang dua tanpa pita itu tersenyum menahan perih yang terus merajam lambung tanpa jeda. Matanya menatap penuh harap pada kaleng kosong di pangkuan.

"Aku lupa kapan terakhir perutku terlihat lucu seperti Winnie the Pooh, Mak! Tapi aku tak kan pernah lupa hujan cinta yang kau curahkan, dengan sederhana."

Di seberang jalan seorang pemangku mengelus buncit perut serupa bola dunia yang tertelan Bathara Ismaya. Mulutnya menebar harum janji-janji pembeli harga diri.

"Tuan ..., Tuan! Bagi sedikit rotimu!" serak suara ibu berbaju biru mengadukan kelaparan yang kuat mengikat gala.

Tuan pemangku berhasrat menjadi aparat sunggingkan senyum keparat dan melempar sekerat daging, bekas tergigit dari sela taringnya ; buas.

Melenggang Sang Tuan meninggalkan binar mata sudra seraya menarik jempol ibu, yang membawanya ke dalam gedung terhormat.

"Sampai kapan, Mak? Sampai kapan kita mengemis pada penguasa bermata khianat?" polos tanya bocah tanpa asa.

"Entahlah, Nak! Entahlah! Hanya percayalah setiap tangis para sudra tak kan berakhir sia-sia!"

#poeds 270718

karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event HUT Admin RTC

catatan kaki :

gala : leher




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline