Lihat ke Halaman Asli

Sari Aryanto

fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Karna Menggugat

Diperbarui: 5 September 2016   22:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: www.tamilhindu.com

Apa salahku? Aku tak pernah meminta padamu untuk dilahirkan duhai perempuan agung! Bukankah engkau yang bermain api dengan jimat aɖɨtʏaɦʀɛɖaʏa dengan memanggil Dewa Surya? Lalu mengapa aku yang harus menderita?

Demi harga dirimu perempuan terhebat, aku harus rela kau singkirkan dari kehidupanmu! Dibuang di sungai Aswa, demi reputasimu!

Mejadi anak seorang kusir tidak akan pernah aku sesali, bahkan aku bangga disebut putra Adirata sang kusir kerajaan Kuru. Dan aku bangga dengan sebutan Radheya karena aku memang putra Radha.

Wahai engkau yang memintaku menyebut dirimu seorang ibu! Pernahkah engkau merasakan kepahitan yang kujalani seumur hidupku? Aku hanya seorang anak kusir! Sehingga Drona menolak mengajarkan ilmu kepadaku. Di usiaku yang sangat muda, aku harus menyamar sebagai Brahmana agar diterima sebagai murid Parasurama.

Dan kau tahu wahai ibu yang melahirkan aku! Aku mendapat kutukan dari sang guru hanya karena aku menahan sakit agar beliau tetap nyenyak dalam tidurnya. Apa salahku coba? Sehinga kemalangan demi kemalangan menimpaku?

Kau menyebut Pandawa itu saudaraku? Aku tidak yakin! Justru putramu Bimalah yang menghinaku dengan cara yang sangat menyakitkan hanya karena aku putra Adirata sang kusir. Mengapa justru Duryudana yang menerimaku?

Aku sudah biasa dihina! Saat Drupadi menghinaku dengan menyebut kastaku yang rendah, itu bukan masalah. Tapi aku dendam! Dendam kepada pelacur bersuami lima itu! Dan dunia memandangku sebagai orang bersalah menghina Putri Pancala itu. Hanya Surtikanti yang menerimaku dengan cinta tulus.

Wahai perempuan yang mengandungku selama sembilan bulan! Mengapa engkau mengakuiku anak sulungmu setelah begitu banyak penderitaan kau beri padaku? Benarkah engkau tidak rela salah satu anakmu mati di Kurusetra? Atau kau hanya tidak rela Pandawa yang mati di perang Barata ini?

Aku tahu, aku bukan pilihan! Sejak dikandung sampai akhir hidupku aku hanya kuman dimata kalian! Tak berharga bahkan saat aku memohon sedikit waktu untuk menaikkan roda keretakupun, tak seorangpun mengindahkan. Pasopati dari Arjuna memenggal kepalaku, saat aku tidak siap menghadapi serangan. Kasatriakah dia menurutmu?

Ah sudahlah, memohon belas kasihanpun tak ada artinya bagiku. Pergilah kau ibu Kunthi! Kau ibu yang melahirkan aku, tapi kau bukan ibuku. Aku Radheya, aku putra Radha! Dan aku hanya inginati dipangkuan Radha ibuku, bukan kau!!!

#poeds




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline