Lihat ke Halaman Asli

sari rachmah

Comunity writer di IDN , kaskuser, medium, kompasiana, blogger

4 Kondisi yang Sering Menyebabkan Reaksi Alergi pada Wanita

Diperbarui: 7 November 2024   20:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

freepik.com/freepik

Mengapa wanita dikatakan lebih rentan terkena alergi daripada pria? Dilansir The Washington post, bahwa sel mast wanita, yaitu sel yang berperan dalam respon alergi dan respon mekanisme lainnya, membuat dan menyimpan lebih banyak zat inflamasi daripada sel mast pada pria. Sehingga, ketika diaktifkan oleh stres atau alergen sel mast wanita memicu respons imun yang lebih agresif ataupun reaksi alergi yang serius dan berpotensi mengancam jiwa. 

Namun, mungkinkah hal ini juga dipengaruhi oleh hormon seks wanita, yaitu hormon estrogen? Sebab, sebagaimana dilansir laman Frontiers, bahwa pengaruh estrogen pada fungsi sel mast sebagai faktor potensial yang mendorong patofisiologi penyakit dalam sejumlah kondisi alergi dan inflamasi kronis. Untuk lebih jelasnya, berikut 4 kondisi yang sering menyebabkan reaksi alergi pada wanita, diantaranya:

1. Wanita bisa mendapat serangan alergi saat menstruasi

freepik.com/8photo

Percaya atau tidak, reaksi alergi salah satunya bisa dipicu oleh hormon, diantaranya hormon progesteron dan estrogen. Namun, kasus reaksi alergi yang dipicu oleh hormon estrogen termasuk jarang terjadi. Reaksi alergi yang terkait dengan siklus menstruasi memang tak umum, tapi memang benar-benar terjadi. Progesteron adalah salah satu hormon yang bertanggung jawab untuk siklus menstruasi. Oleh karenanya, wanita yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap hormon ini, akan mengalami reaksi alergi bulanan yang muncul selama siklus menstruasi, Dilansir laman verywell.

Dalam laporan yang sama, bahwa dermatosis katamenial dan anafilaksis merupakan salah satu reaksi alergi yang jarang terjadi terkait siklus menstruasi. Serangan asma juga dapat terjadi secara tiba-tiba bahkan mengancam jiwa jika menyebabkan gangguan pernapasan. Namun, reaksi-reaksi alergi ini akan berakhir seiring  berhentinya menstruasi. Umumnya, hipersensitivitas progesteron berupa masalah kulit seperti ruam, kaligata, bengkak, gatal dan pengelupasan. Ruam muncul akibat respons terhadap peningkatan kadar progesteron dan mirip dengan kondisi penyakit kulit lainnya, seperti eksim, kaligata, fixed drug eruption, erythema multiforme dan angioedema. 

2. Wanita yang sedang mengandung juga tak luput dari serangan alergi

freepik.com/partystock

Alergi selama kehamilan, sama halnya dengan alergi selama masa menstruasi, yaitu disebabkan oleh hipersensitivitas progesteron. Beberapa wanita mengalami alergi selama masa kehamilan. Beberapa wanita lainnya, mengalami alergi bahkan pra masa kehamilan. Secara umum, alergi di masa kehamilan berupa bersin-bersin, hidung meler hingga kulit gatal. 

Dilansir laman Clarityne, selain hidung meler dan tersumbat, alergi kehamilan juga dapat menyebabkan gejala lainnya. Misalnya, mata gatal disertai bersin dan hidung tersumbat,  kulit menjadi lebih kering sehingga menyebabkan rasa gatal membuat wanita hamil menggaruknya secara berlebihan. Selain itu, masalah ruam kulit selama masa kehamilan juga menjadi fenomena yang mungkin terjadi. 

Reaksi alergi yang terkait dengan siklus menstruasi disebabkan oleh hipersensitif terhadap hormon progesteron, yaitu hormon yang bertanggung jawab terhadap siklus menstruasi pada wanita. Selain siklus menstruasi, kehamilan juga dapat menyebabkan  hipersensitivitas progesteron. Pasalnya, kehamilan dapat mempengaruhi sistem imun tubuh yang berdampak pada berbagai macam reaksi alergi, dilansir laman verywell.

3. Konsumsi pil KB berpotensi menyebabkan wanita mengalami reaksi alergi

freepik.com/jcomp

Masih dilansir laman verywell, beberapa peneliti berpendapat hipersensitivitas progesteron mungkin terkait dengan pil kontrasepsi, khususnya kontrasepsi yang hanya mengandung hormon progesteron dan umumnya menyebabkan dermatitis dan kaligata. Juga, suplemen yang mengandung progesteron memunculkan reaksi alergi.  Secara umum, pengobatan hipersensitivitas progesteron berupa:

  • Penanganan melibatkan manajemen gejala seperti ruam, bengkak, gatal, dan kaligata. 

  • Pemberian obat-obatan seperti antihistamin, yang menghalangi hormon penyebab reaksi alergi, sehingga dapat membantu meringankan gejalanya. 

  • Obat resep Eligard (leuprolide) untuk mencegah peningkatan progesteron setelah ovulasi. Ini merupakan pilihan jika antihistamin tidak berfungsi.

  • Obat-obatan untuk menghentikan produksi progesteron atau mencegahnya aktif di dalam tubuh. 

  • Obat antiinflamasi seperti kortikosteroid oral atau suntikan.

  • Treatment yang bisa mencegah  ovarium melepaskan sel telur.

  • Kasus yang hampir tak pernah terjadi, operasi pengangkatan ovarium dan rahim, ketika kasusnya cukup parah sehingga obat tidak membantu mengendalikan gejala.

4. Hormon estrogen, penyebab  wanita lebih sering mengalami alergi makanan daripada pria

freepik.com/jcomp

Dibandingkan pria, wanita lebih cenderung mengalami alergi makanan yang bisa berkembang lebih parah menjadi anafilaksis, yaitu reaksi alergi yang parah dan berpotensi mengancam jiwa. Faktanya, Lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki yang dirawat di rumah sakit karena anafilaksis, dilansir laman The Washington Post. Penelitian oleh National Institutes of of Allergy and Infectious Diseases, mengutip laman The Washington Post, menunjukkan bahwa estrogen, hormon wanita, bisa jadi berperan yang menyebabkan wanita lebih rentan mengalami alergi makanan. 

Dalam hal ini, para peneliti melakukan percobaan terhadap tikus dan menemukan tikus betina mengalami reaksi anafilaksis yang lebih parah daripada tikus jantan. Para peneliti menemukan bahwa estrogen meningkatkan kadar dan aktivitas enzim yang melapisi pembuluh darah, yang dapat menyebabkan beberapa reaksi alergi yang parah.

Ketika para peneliti memblokir aktivitas enzim tersebut, kecenderungan tikus betina mengalami reaksi anafilaksis berkurang. Walaupun masih diperlukan lebih banyak lagi penelitian, para peneliti mengatakan setidaknya hal ini meningkatkan kesadaran di antara para penyedia layanan kesehatan dan wanita, khususnya wanita usia subur, wanita pasca menopause yang menjalani terapi penggantian hormon estrogen setelah tak lagi diproduksi tubuh dan wanita yang mengonsumsi suplemen olahraga,  L-arginine, yang meningkatkan produksi oksida nitrat yang berperan dalam reaksi imun dan inflamasi. dalam reaksi imun dan inflamasi kronis, sebagaimana hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Oxford Academic tahun 2007, berjudul "The role of nitric oxide in inflammatory reactions."

Apapun itu, menemui dokter atau imunolog ketika gejala alergi menyerang adalah hal baik, sebab imunolog biasanya akan melakukan sejumlah tes untuk mendiagnosa penyakit untuk selanjutnya memandu rencana pengobatan termasuk didalamnya menghindari atau menghilangkan pemicu alergi, rekomendasi pengobatan, dan edukasi untuk membantu pasien mengambil peran aktif dalam mengobati penyakit. 

sumber gambar:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline