Lihat ke Halaman Asli

Sari Uli Togatorop

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi

Problematika Bantuan Sosial Pemerintah di Tengah Pandemi Covid-19

Diperbarui: 22 Desember 2020   00:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia tidak terkecuali Indonesia, membuat Indonesia melakukan berbagai ragam cara untuk dapat menangani permasalahan penyebaran Covid-19. Terkait hal penanganan tersebut, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur tentang sistem jaminan sosial, dimana Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah serta tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Adapun program bantuan sosial adalah salah satu komponen Program Jaminan Sosial yang menjadi bentuk ekspresi tanggungjawab pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terhadap kondisi masyarakatnya yang kurang mampu secara ekonomi atau miskin dan terlantar.

Pemerintah kemudian mengambil kebijakan dengan memberikan bantuan sosial kepada masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab negara serta untuk mengantisipasi permasalahan sosial ekonomi yang ada sebagai akibat dari pandemi covid-19. Sebagai langkah yang cepat dan luar biasa dalam menghadapi Covid-19 ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan keuangan yaitu Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 tahun 2020 tentang penanganan Covid-19. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri, dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah perlu untuk memprioritaskan penggunaan APBD atau Anggaran pendapatan Belanja Daerah untuk mengantisipasi dan mengelola dampak adanya Covid-19, khususnya pemberian bantuan sosial kepada masyarakat terdampak.

Pada kenyataannya, Pemberian bantuan sosial oleh pemerintah pusat maupun daerah, memiliki beberapa polemik. Dimana, bantuan yang diberikan terkesan membingungkan masyarakat, bantuan sosial lambat diterima oleh masyarakat serta dalam pemberian bantuan sosial tersebut kerap kali tidak tepat sasaran. Seperti, dikutip dari salah satu media yaitu Kompas.com bahwa ada masyarakat di Jakarta Utara yang mengembalikan bantuan sosial yang mereka terima dari pemerintah, karena mereka merasa bahwa bantuan tersebut tidak tepat sasaran. Sementara itu, ada beberapa masyarakat yang tidak terdata sebagai penerima bantuan sosial yang mana semestinya berhak untuk menerima bantuan tersebut dan tidak sedikit pula dari mereka yang kerap kali mengeluhkannya kepada Dinas Sosial.

Begitu banyak penyebab permasalahan dalam pemberian bantuan sosial, khususnya di masa pandemi Covid-19 sekarang. Adanya tumpang tindih kebijakan pemerintah terkait bantuan sosial selama Covid-19 yang mengakibatkan adanya kebingungan dalam pelaksanaan serta penyalurannya kepada masyarakat, bantuan sosial yang diberikan pun kurang optimal, dimana tidak adanya kesiapan dari pemerintah serta belum mampu dalam menentukan  masyarakat mana yang seharusnya layak menerima bantuan sosial tersebut. Sehingga, tujuan awal dari pemberian bantuan sosial tersebut yaitu untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19 belum terlaksana dengan baik. Bahkan, disetiap masing-masing program bantuan sosial memiliki permasalahannya sendiri, diantaranya :

  • Bantuan langsung tunai dana desa, setelah kurang lebih 2 bulan bantuan ini diselenggarakan permasalahan terjadi, dimana  bantuan yang diterima si penerima bantuan langsung tunai Covid-19 dipotong, sehingga tidak menerima bansos yang diberikan pemerintah seluruhnya. Hal ini disebabkan oleh skema pencairan bantuan langsung tunai melalui pembuatan rekening bank, dimana dalam mengambil dana BLT harus menyisakan saldo minimum pada rekening tersebut.
  • Bantuan sembako untuk Wilayah Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi, antara lain masih adanya penyaluran sembako yang double atau lebih dari satu kepada masyarakat. Sementara, masyarakat lain tidak menerima sembako sama sekali. Permasalahan ini terjadi di beberapa daerah seperti di Desa Sukaluyu Kecamatan Ganeas persoalan sama pun terjadi, yang mana banyak masyarakat protes kepada kepala desa setempat.
  • Program bantuan sosial tunai, bahwa ada terdapat penerima bantuan non reguler dari pemerintah pusat yang sudah meninggal, namun tetap menerima bantuan sosial tunai tersebut. Seperti di Kabupaten Jepara, ada yang sudah meninggal pada 2013 namun tetap terdata sebagai penerima bantua sosial.
  • Pembebasan biaya listrik, permasalahan yang terjadi dalam program ini. Banyak warga yang gagal dalam mendapatkan subsidi listrik dikarenakan salah memasukkan format ID Pelanggan yang mana terdapat dalam meteran serta kurangnya sosialisasi bagaimana cara pendaftaran yang mestinya dilakukan pemerintah
  • Kartu Prakerja, dimana sebagian peserta mengeluhkan insentif yang tak kunjung cair padahal mereka telah menyelesaikan pelatihan yang diselenggarakan. Ada pula Keluhan terkait perkara teknis, dimana sertifikat yang tidak kunjung muncul di dashboard akun para peserta. Keadaan ini menunjukkan bahwa pemerintah belum mampu mewujudkan tujuan utama dari kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja.
  • Penambahan Peserta Program Keluarga Harapan, Polemik yang terjadi dalam implementasi Program Keluarga Harapan adalah adanya ketidaktepatan sasaran terkait penerima PKH, dimana data base yang ada tidak akurat. Hal ini disebabkan oleh data yang tidak diupdate secara rutin, sehingga banyak terdapat penerima bantuan sosial yang fiktif serta banyak masyarakat yang semestinya menjadi penerima manfaat kemudian menjadi luput dari perhatian pemerintah.
  • Kartu Sembako, Permasalahan yang terjadi dalam program kartu sembako, bahwa ada masyarakat yaitu si penerima bantuan tidak dapat mencairkan bantuan dari Kartu Sembako tersebut. Seperti yang terdapat di Desa Srigading, Sanden, Bantul Warga Dusun Gokerten, RT 039. Hal ini disebabkan oleh saldo yang diterima di dalam rekening ternyata tidak sampai Rp 200 ribu. Ia hanya mendapatkan Rp 000.002. sehingga, saat dibawa ke agen oleh si penerima, kartu sembako tersebut tidak bisa dicairkan. Apabila hal ini dibiarkan oleh pemerintah, permasalahan tersebut akan berpotensi menimbulkan ketimpangan sosial yang lebih besar.

Permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan program bantuan sosial diatas juga merupakan permasalahan yang terjadi pada bantuan sosial sebelum adanya Covid-19. Begitupula banyaknya regulasi serta peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah yang mana tidak harmonis dan tidak sejalan dengan masyarakat menyebabkan adanya problematika baru di tengah masyarakat yang panik akibat adanya covid-19. Masyarakat diwajibkan untuk taat kepada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Namun, adapun kebijakan yang dikeluarkan tersebut tidaklah sinkron antara kebijakan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, hal ini membuat masyarakat bingung dan alhasil menuai banyak protes. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama, koordinasi dan harmonisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, serta lembaga swasta agar bantuan yang diselenggarakan tepat sasaran, efektif dan efisien serta didukung oleh sistem yang baik, terintegrasi, transparan dan akuntabilitas dalam penyaluran bansos tersebut, serta sosialisasi secara masif dan detail kepada masyarakat tentang bantuan sosial, sehingga masyarakat memahami tentang program bantuan sosial pemerintah di tengah Covid-19.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline