Lihat ke Halaman Asli

Sardo Sinaga

IG: @raja_bodat

Sepak Bola Sebagai Mitra Pasar Bebas

Diperbarui: 10 Juli 2020   16:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto oleh Torsten Dettlaff dari Pexels

Pada masa sekarang, pasti banyak orang yang mengetahui permainan sepak bola sebagai permainan yang paling banyak disukai. Dulu sepak bola yang identik dengan pria maskulin, justru sekarang banyak perempuan yang turut serta dalam olah raga tersebut. Bahkan antusias masyarakat Indonesia cukup tinggi. Untuk itu banyak sekali komunitas-komunitas yang besar dalam mendukung tim kesayangannya. 

Bisa kita lihat, sepak bola sebagai salah satu yang mampu menciptakan sebuah karakter tersendiri selain musik. Namun penulis tidak berfokus pada sepak bola itu sendiri, melainkan sepak bola sebagai wadah bagi perusahaan-perusahaan besar. Lantas apa menariknya? 

Bisa kita lihat jika jersey yang digunakan atlit sepak bola terdapat lambang-lambang brand terkenal seperti Nike, Adidas, Puma, dan sebagainya. Bahkan atlit itu sendiri seperti Christiano Ronaldo dan Lionel Messi dikontrak oleh perusahaan besar. Tujuannya jelas, yaitu mendongkrak angka penjualan dan popularitas. Hal ini dikarenakan sepak bola digemari oleh berbagai golongan dan gender. 

Namun jika kita kembali kesejarah sepak bola pada era tahun 1900-an, jersey sang atlit terlihat sangat simpel. Atribut sangat biasa jika diukur dengan trend saat ini. Jika pembaca mencari refrensi tentang pertandingan sepak bola saat itu, suporter yang datang hanya berasal dari kalangan atas. 

Namun kalangan bawah atau buruh hanya bisa mendengarkan dari radio. Pembeda dari antara tim yang bertanding hanya menggunakan elemen warna pada saat itu. Hal ini dikarenakan belum banyak perusahaan fashion yang melirik sepak bola sebagai wadah pasar.

Maju pada tahun 1950 sampai akhir dari tahun 1990, ketertarikan terhadap pertandingan sepak bola cukup besar khususnya kalangan buruh. Pada era ini banyak komunitas suporter lahir diwilayah eropa khususnya daratan Inggris. 

Banyak suporter yang memakai atribut klub kesayangannya sebagai bentuk penghargaan klub idolanya. Dan pada  era ini musik mulai masuk sebagai antusias terhadap sepak bola bahkan sampai sekarang. sebagai salah satu contoh yaitu lagu kembanngaan dari klub Liverpool.


Musik sendiri sebagai salah satu bentuk solidaritas komunitas suporter sepak bola. Maka sangat wajar banyak penulis yang menghubungkan sepak bola sebagai fanatisme. 

Selain musik, pada era tahun 1990-an akhir sampai sekarang banyak musisi yang menjadikan sepak bola sebagai wadah mereka untuk ber-ekspresi. Pada tahun tersebut pula perusahaan besar mulai melihat adanya peluang pasar diranah sepak bola.  Klub besar pun juga melihat hal tersebut berpikir hal yang sama dalam rangka meningkatkan popularitas mereka.

Banyak yang berpikir bahwa klub-klub tersebu bermitra dengan perusahaan besar untuk saling berbagi keuntungan dalam hal pendapatan. Tidak salah, namun hal itu masih kurang untuk diteliti. 

Jika kita melihat dengan konsep ala kolonialisme ada tiga point utama dalam pasar bebas yaitu Gold, Glory, dan Gospel. Gold sendiri adalah benefit berupa uang ataupun aspek material tertentu dalam menunjang sebuah tujuan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline