[caption id="attachment_277779" align="aligncenter" width="220" caption="GARUDA"][/caption]
Persatuan itu kuat. Buktinya, ketika bangsa ini menghadapi para penjajah pra kemerdekaan. Padahal, bangsa ini tidak punya banyak senjata, tapi kenapa bisa memerdekakan negara ini? Terbukti, itu karena bangsa ini bersatu. Bersatu dalam satu tujuan untuk mengusir penjajah dari negara ini.
Pasca kemerdekaan, sampai umur kemerdekaan itu lebih dari setengah abad, sayang persatuan itu tidak dijaga oleh masyarakat kita. Masyarakat sudah mulai terpecah belah akibat persoalan-persoalan yang sepele. Seperti pemilihan umum, sengketa tanah, ideologi keagamaan, dan lain sebagainya.
Dari beberapa penyebab itu yang sering memecah persatuan masyarakat ialah pertama masalah pemilihan umum. Baik di tingkat daerah hingga tingkat nasional. Misalnya seperti kejadian di Maluku, Palembang, dan Madura yang akhir-akhir ini yang mengalami perpecahan karena pemilihan umum tersebut. Puluhan orang menjadi korban akibat dari pemilihan umum dan kestabilan masyarakat menjadi rusak.
Sudah hampir dipastikan kalau sudah pemilihan umum, misalnya ada dua calon yang akan menjadi pemimpin di suatu daerah, maka masyarakat akan menjadi dua kubu juga. Masyarakat dibuat berpetak-petak. Pemilihan bukan menjadi pesta rakyat, akan tetapi menjadi ajang permusuhan di dalamnya.
Kedua tentang keagamaan. Beragamnya ideologi keagamaan atau yang kita kenal aliran baru itu sudah merusak tatanan dan kestabilan masyarakat kita akhir-akhir ini. Masyarakat sudah saling menjatuhkan antara satu dengan yang lainnya. Banyak orang yang menjadi korban akibatnya. Baik dari segi tempat tinggal hingga nyawa sekalipun. Seperti kasus di Sampang dan beberapa daerah yang lainnya.
Memang benar, masyarakat mulai kehilangan kecintaannya terhadap persatuan. Sehingga persatuan ini mulai memudar pesonanya di tengah masyarakat itu sendiri. Jarang kita melihat masyarakat bergotong royong. Padahal, itu adalah bagian dari pesona persatuan.
Misalnya, kalau ada gotong royong dalam kampung kita. Kalau tidak hadir akan dikenakan denda sekian rupiah.Hampir kebanyakan di antara kita memilih membayar denda itu. Hal itu dilakukan karena lebih disibukkan oleh kepentingan diri sendiri. Di sini kebanyakan orang yang salah memaknai gotong royong itu. Yang diperlukan dalam gotong royong itu bukan soal pekerjaan saja, tapi bagaimana kita mengikat tali persaudaraan di dalam gotong royong itu. Berat sama dipikul ringan sama dijinjing, peribahasa ini punya makna persaudaraan yang mendalam jangan hanya dilihat di aspek pekerjaannya saja.
Meneguhkan Kembali
Kita sebagai rakyat yang berbangsa dan bernegara, tidak mungkin rela kalau bangsa ini terus-terusan menjadi bangsa yang terpecah belah. Tidak mungkin rela membiarkan masyarakat saling menjatuhkan antara satu dengan lainnya. Maka dari itulah, kita perlu ada upaya baru untuk meneguhkan persatuan itu. Amat disayangkan persatuan yang sudah kita jaga mulai sejak dulu, terpecah karena sebab-sebab yang tidak jelas seperti itu.
Ya, memang benar perlu ada upaya baru untuk meneguhkan kembali persatuan itu. Kita butuh tindakan yang bisa menumbuhkan spirit ke Bhinneka Tunggal Ika-an dalam jiwa bangsa ini. Karena persatuan terpecah belah penyebab yang paling mendasar ialah lemahnya jiwa ke Bhinneka Tunggal Ika-an itu. Bhinneka Tunggal Ika sebagai asas landasan negara yang diciptakan Mpu Tantular ini kurang mendarah daging dalam tubuh bangsa ini.
Oleh karena itu, terutama pemerintah perlu bertindak untuk menumbuhkan jiwa ke Bhinneka Tungga Ika-an ini melalui guru dan tokoh masyarakat atau pemuka-pemuka agama yang nantinya bisa benar-benar mendarah daging dalam tubuh masyarakat Indonesia. Kemajemukan negara Indonesia bukan penghalang bagi kita untuk bersatu.
Diharapkan, ke depan menjadikan bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang damai, tenteram, tertib, harmonis, dan kemudian bersatu. Kaso’on.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H