Lihat ke Halaman Asli

Hukum adalah untuk Manusia dan Bukan Sebaliknya

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus pencurian sandal jepit oleh AAL yang berakhir dengan vonis bersalah telah mengejutkan banyak orang. Di benak mereka, kasus tersebut adalah kasus kecil yang tidak perlu sampai diperkarakan di pengadilan. Membayangkan proses pemeriksaan, penahanan, penyiksaan dan pengadilan yang harus dialami AAL sangat menyedihkan, terutama karena dia masih di bawah umur. Belum lagi dengan “cap” sebagai orang bersalah yang akan terus mengikuti AAL sepanjang hidupnya.

Namun ada beberapa pihak yang mendukung keputusan bersalah tersebut karena sesuai dengan hukum yang berlaku. Lagipula kata mereka, keputusan itu menjadi pembelajaran buat AAL dan juga masyarakat untuk menghormati dan menegakkan hukum.

Saya mencoba untuk bersikap netral, selain karena buta hukum, saya juga tidak mau mengambil kesimpulan sepihak. Sampai tadi pagi saya teringat sebuah kalimat yang pernah diucapkan Yesus;“Hari sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari sabat”.

Hari sabat bagi orang Yahudi adalah hari yang sangat dihormati. Semua kegiatan harus dihentikan pada hari sabat untuk menghormati perintah Allah ke-4. Itu sebabnya ketika Yesus dan murid-muridnya sedang berjalan di ladang gandum pada hari sabat dan memetik bulir gandum, orang-orang Farisi yang sangat taat pada hukum Taurat mengecam perbuatan tersebut.

Yesus menjawab mereka dengan memberi contoh raja Daud. Ketika kelaparan, Daud dan para pengikutnya makan roti persembahan untuk iman. Hal ini melanggar hukum karena menurut hukum yang disampaikan lewat Nabi Musa, roti-roti tersebut hanya boleh dimakan oleh imam, bukan orang lain. Dan selanjutnya Yesus menyebutkan kalimat yang menjelaskan sikapnya: “Hari sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari sabat”.

Maksud Yesus adalah bahwa hukum itu hanyalah alat untuk mengatur hidup manusia agar mencapai kedamaian dan kesejahteraan bersama. Bahkan hukum Taurat yang diturunkan oleh Allah sekalipun adalah untuk manusia. Jadi hukum tidak boleh diatas manusia, melainkan hukum harus melayani manusia. Oleh karena itu ketika hukum berbenturan dengan kemanusiaan, maka kemanusiaan harus menang.

Namun yang terjadi pada kasus AAL adalah sebaliknya, hukum harus diutamakan, lebih daripada kemanusiaan. Hal ini yang juga saya tangkap dari pendapat mereka yang mendukung vonis bersalah untuk AAL adalah bahwa hukum berada di atas segalanya. Biarpun ini hanya kasus kecil (bila dibandingkan dengan kasus korupsi pejabat) dan dilakukan orang kecil (bahkan di bawah umur), pokoknya hukum harus ditegakkan setegak-tegaknya, tanpa kompromi.

Betapa tragisnya hidup jadi orang kecil di negri ini. Hukum yang seharusnya menolong justru merongrong, yang seharusnya adil justru batil. Hukum tidak lagi menjadi alat untuk melayani masyarakat, melainkan jadi alat mereka yang berkuasa untuk menekan yang lemah.

Seandainya Yesus lahir di Indonesia pada zaman ini, maka ia akan mengecam dan berkata: “Hukum diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hukum.”

*Kisah Yesus diambil dari Markus 2: 23-28

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline