Lihat ke Halaman Asli

A Walk Among The Tombstones

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sarapannasigoreng.blogspot.com

A Walk Among the Tombstones, 2014


[Note: this post was originally published at sarapannasigoreng.blogspot.com]


Rambut keriting digoyang-goyang

digoyang-goyang sampai mati

-- me --


Setelah nonton beberapa lama barulah sy sadar, film ini mengambil setting tahun 1999, saat demam Y2K menggila. Kalau dibilang tidak sesuai harapan, ya memang tidak sesuai harapan. Trailernya menjanjikan saya sesuatu yang lain. Bukan... ini.


Bukan adegan pembuka yang seolah menampilkan seorang pria membangunkan kekasihnya dari tidur dengan belaian sayang, yang ending-endingannya kamera menyorot wajah pria kedua, serta mulut sang wanita yang dilakban agar tidak bisa menjerit.


Bukan bungkusan kresek yang mengambang di danau dan dipatuk-patuk burung liar, dan jelas bukan cara sutradaranya menggambarkan kondisi potongan tubuh sang istri yang diculik.


Tapi boleh juga. Akhir-akhir ini film2 terlalu mudah ditebak jalan ceritanya, bahkan yang dilengkapi dengan twisted plot pun sudah mudah ditebak. Usang. A Walk among The Tombstones, meski pemilihan warna dan cahayanya usang (dimirip-miripkan dengan pilem2 tahun 99), memberi kesegaran, sesuatu yang berbeda.


Analoginya, kalo sy cowok kaya umur 50th, mungkin sy akan meninggalkan pegawai-garis-miring-simpanan umur 20an saya dan mulai mencari wanita belum menikah yang berusia 30 tahunan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline