Lihat ke Halaman Asli

Jeritan Hati Anak TKI dari Negeri Sabah

Diperbarui: 26 Agustus 2018   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jeritan Hati Anak TKI dari Negeri Sabah (sumber gambar:perspectivee.id)

Pendidikan itu memamang mahal, terlebih bagi anak-anak yang berdomisili di perbatasan Indonesia-Malaysia dan aspirasi anak-anak tersebut patut mendapat apresiasi.

Setelah membaca judul berita "Parah, KRI Serahkan Sekolah Anak TKI di Sabah Dijadikan Lahan Perkebunan." Sebagaimana diberitakan portal online perspectivee.id beritanya tidak ada muatan yang membahayakan NKRI, sekiranya lumrah anak-anak tersebut menjerit hatinya usai mengetahui sekolahnya ditutup. Pasalnya setelah sebelas tahun beroperasi, tanpa hujan tanpa badai sekonyong-konyong koder sarana pelayanan pendidikan yang dikelola Yayasan Peduli Insani Nusantara di Sabah Malaysia akan beralih fungsi sebagai lahan perkebunan. 

Tanpa sadar dari bangku sekolah itulah masa depan mereka ditempa. 

Dari bangku sekolah inilah lahirnya Lurah, Camat, Bupati, Gubernur, Menteri hingga Presiden dilahirkan.

Perihal surat terbuka dari Desri seorang anak didik disana ini, saya rasa tidak ada kalimat atau kata-kata mengandung unsur "makar" di dalamnya. 

Sebagai orang tua/guru alangkah mulianya memotivasi aspirasi anak-anak dibatas NKRI ini, jangan sampai merasa paling "cerdas" saling berbalas pantun tanpa solusi. Cerdas yang sesunggujnya bukan untuk dipamerkan, tetapi diaplikasikan agar lebih bermanfaat bagi generasi masa depan generasi penerus bangsa.

Rencana Pemerintah mengalih fungsi lahan, dari sarana pendidikan menjadi lahan perkebunan agar kiranya ditinjau kembali untuk dievaluasi agar tidak dikomersialisasi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Sebagaimana amanah UUD 1945 "mencerdaskan kehidupan bangsa" hendaknya dijadikan acuan, tidak hanya menuruti keinginan investor merobek-robek sumberdaya alam Ibu Pertiwi.

Saya yakin niat baik anak-anak menulis surat terbuka ini sudah didengar oleh orang nomor satu di negeri ini, apa lagi beliau sosok yang nasionalis.

Mari kita sikapi surat ini dengan kepala dingin, hati boleh panas, namun kepala harus tetap dingin. Fikiran boleh berbeda, tetapi mari kita sama-sama berfikir demi mencerdaskan kehidupan bangsa yang lebih bermartabat, sebagaimana amanah UUD 1945.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline