Dua orang Aparatur Sipil Negara Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Pangkep terlibat perkelahian berlokasi di kompleks Kantor Bupati Pangkep, Jl Sultan Hasanuddin Kecamatan Pangkajene Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, Selasa (24/10/2017). Keduanya terlibah perkelahian usai melaksanakan apel pagi.
Kedua ASN bernama Rijal (korban) dan Muhlis (pelaku). Salah paham sesama teman kerja menyulut perkelahian pada saat jam kerja. Rijal dituduh melaporkan Muklis ke Kepala Dinas, kalau pelaku ini malas berkantor. Menurut pengakuan Rijal, "tidak pernah melapor,"Jadi siapa dong biangkerok yang suka lapor salah-salah ke atasan. Apa sekedar cari muka dihadapan pimpinan dengan mengadu domba rekan sendiri.
Aksi adu jotos ini, tentu saja mencoreng institusi Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Pangkep. Mirisnya, kekerasan ini terjadi pada saat jam kerja, memalukannya lagi keduanya menikmati gaji negara, tapi perilakunya seperti preman jalanan. Tidak pantas rasanya disebut sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), kan bisa diselesaikan secara baik-baik melalui proses Kepegawaian.
Konotasi "tukang jotos" akan selalu melekat kepada pegawai Depnaker Kabupaten Pangkep bernama 'Muklis'. Opini akan membenarkan bahwa pelaku merupakan pegawai "malas berkantor", coba berfikir dulu sebelum melakukan aksi pemukulan, pasti tidak akan terjadi perbuatan memalukan tersebut. Sementara trade mark "tukang lapor" tersemat pada diri 'Rijal', meskipun dirinya merasa tidak pernah melapor.
Diakui rendahnya peringkat pelayanan publik Indonesia dibandingkan negara ASEAN mengindikasikan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) selaku mesin penggerak birokrasi pemerintah rendah. Terbukti intrik dan fitnah sesama rekan kerja atau sekelompok tersakiti sengaja memancing di air keruh, tidak suka melihat rekan kerjanya lebih maju. Memutar balik fakta, yang baik dikatakan buruk, dan buruk disebut baik. Maling teriak maling, cari muka dihadapan pimpinan demi sebuah "popularitas" lalu lempar batu sembunyi tangan.
Teramat sering telinga Aparatur Sipil Negara mendengarkan brifing atau rapat-rapat dari pimpinan membahas penerapan good governance, bukannya memperbaiki playanan publik, pemerintah setempat malah melakukan aksi adu jotos sampai korupsi berjama'ah. Dasar tengik, tindakan tidak terpuji tersebut sangat memalukan nama besar organisasi Korps Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia (Korpri) yang kontribusinya juga masih tanda tanya terhadap pegawai..
Apabila pimpinan bersangkutan tidak segera bertindak secara arif susana dalam organisasi tersebut kian tidak kondusif. Bila terjadi pembiaran, pimpinan bersangkutan akan terombang-ambing seolah tidak mempunyai pendirian. Tudingan pimpinan tidak tegas, mempan rayuan cari muka bawahan atas terjadinya aksi pemukulan melekat padanya, bukan hanya pimpinan bersangkutan yang rugi, aksi premanisme di lingkup Depnaker Kabupaten Pangkep menerima dampak buruk lebih luas wilayahnya.
Yah!, tidak bisa dibayangkan kalau sumber daya manusianya sebagian besar melahirkan fenomena "adu jotos", apa jadinya organisasi bersangkutan atau apa jadinya lembaga bersangkutan atau apa jadinya negeri ini. Apakah aksi baku pukul, korupsi, kolusi, nepotisme, menjatuhkan teman sendiri dimaksud tumbuh subur di lingkunganmu?
Penutup, meminjam kata-kata Sofjan Sudarjat dalam bukunya "Siapa yang Boss?, "Seandainya saudara atau siapa saja yang merasa dan memenuhi syarat sebagai the flowers perlu hati-hati dan menjaga dirinya jangan sampai menjadi "Pembisik".
27 Oktober 2017