Masuknya dunia pada era globalisasi yang dilengkapi dengan kemajuan teknologi membuat semakin maraknya penggunaan media sosial pada saat ini. Penggunaaan media sosial menjadi ajang bagi masyarakat global untuk berkomunikasi satu sama lain walaupun terdapat jarak yang bisa saja sangat jauh di antara masyarakat tersebut. Media sosial yang menjadi wadah untuk berkomunikasi pun sangat beragam, seperti WhatsApp, Instagram, Twitter, Youtube, dan lain-lain. Masyarakat merasa memiliki kebebasan untuk menuangkan opini atau pendapat yang mereka punya dalam laman media sosial. Namun, kebebasan tersebut acap kali disalah artikan oleh masyarakat global. Hal inilah yang menjadi alasan utama munculnya cyberbullying dalam media sosial.
Cyberbullying adalah sebuah tindakan negatif yang dilakukan pada laman media sosial, seperti Instagram, Twitter, YouTube, dan lain-lain. Tindakan negatif ini dapat berupa tindakan yang mengintimidasi maupun perundungan yang ditujukan kepada individu atau kelompok tertentu, baik melalui komentar, video, atau suara. Tindakan ini dapat muncul ketika adanya rasa tidak suka atau tidak setuju terhadap hal-hal tertentu. Seseorang merasa ia memiliki kebebasan dalam berpendapat di media sosial karena akun yang digunakan adalah akun miliknya. Namun, kebebasan ini menjadi sesuatu yang ambigu dan disalah artikan karena pendapat yang diberikan perlahan akan berubah menjadi sebuah ujaran kebencian yang ditujukkan kepada seseorang.
Banyak masyarakat pengguna media sosial yang sering tidak menyadari bahwa dirinya telah melakukan cyberbullying. Menurut masyarakat tersebut, mereka hanya memberikan komentar atau pendapat yang mereka miliki terkait suatu topik tertentu. Namun, tanpa disadari oleh orang tersebut, ketikan yang dianggap sebagai pendapat atau komentar biasa justru bisa menjadi sebuah ujaran kebencian dalam sudut pandang orang lain. Hal ini dapat terjadi akibat pemilihan diksi yang salah serta kesalahpahaman terhadap kebebasan dalam berkomentar. Tidak jarang juga ditemukan adanya pelaku cyberbullying yang "keras kepala". Maksud dari pernyataan ini adalah masyarakat yang merasa bahwa dirinya tidak salah dan mengabaikan teguran yang diberikan kepadanya.
Tindakan cyberbullying dapat membawa dampak negatif tidak hanya bagi korban, tetapi juga bagi pelaku. Dampak negatif yang diterima oleh korban dapat mempengaruhi korban secara psikologis (mental) ataupun secara fisik. Contoh dari dampak negatif yang diterima korban adalah menurunnya kepercayaan terhadap orang lain, menurunnya atau bahkan menghilangnya rasa kepercayaan diri, merasakan kekhawatiran dan gelisah berlebihan, hingga dampak yang sangat fatal yaitu seorang korban akan mencoba melakukan sesuatu untuk menyakiti dirinya sendiri atau bahkan melakukan percobaan bunuh diri. Sementara itu, dampak bagi pelaku adalah ia akan kehilangan rasa empati dalam dirinya, mudah marah, merasa paling benar, agresif, dan lain-lain.
Salah satu akibat negatif dari globalisasi dan kemajuan teknologi saat ini adalah meluasnya cyberbullying. Hilangnya batas-batas dan jarak menyebabkan tindakan cyberbullying yang terjadi di media sosial bisa saja dilakukan oleh seseorang dari negara "A" terhadap seseorang dari negara "B". Contoh kasus cyberbullying yang saat ini sedang marak beredar di internet adalah komentar-komentar yang diberikan terkait dengan film produksi Disney, yaitu The Little Mermaid. Pada awalnya, komentar-komentar tersebut diberikan sebagai kritik yang ditujukkan kepada Disney. Namun, kritik tersebut semakin lama berubah menjadi ujaran kebencian terhadap Hall Bailey, pemeran Ariel dalam film tersebut.
Salah satu cara dalam menangani atau meminimalisir terjadinya cyberbullying adalah peningkatan literasi digital. Literasi digital merupakan kemampuan penggunaan teknologi yang dimiliki oleh seseorang untuk mengakses berbagai informasi dalam era digital (Dinata 2021, 106). Literasi digital yang baik dapat membantu seseorang untuk menggunakan teknologi digital secara cerdas dan bijak. Selain itu, dengan memiliki kemampuan literasi digital yang baik, masyarakat global akan semakin belajar untuk bersikap ketika memberikan pendapat maupun komentar dalam ruang media sosial. Ketika hal ini dapat diterapkan, fenomena cyberbullying dapat teredam dan tidak ada lagi korban-korban yang harus merasakan dampak negatif dari cyberbullying ini.
Dalam pembahasan terakhir, fenomena ini dapat dikaitkan dengan filsafat ilmu dan salah satu cabang di dalamnya, yaitu aksiologi ilmu. Filsafat dapat diartikan sebagai sebuah cara berpikir yang radikal dan menyeluruh atau mengupas sesuatu hingga ke dalamnya (Adib 2010, 22). Cabang dari filsafat ilmu yang akan dihubungkan dengan fenomena cyberbullying adalah aksiologi. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang berkaitan dengan orientasi atau nilai suatu kehidupan (Adib 2010, 78). Cabang ini melihat masalah nilai kehidupan dan kegunaan suatu ilmu pengetahuan dalam meningkatkan kualitas kesejahteraan umat manusia (Adib 2010, 79).
Terdapat dua alasan yang membuat fenomena cyberbullying dan peningkatan literasi digital dapat dikaitkan dengan aksiologi ilmu. Pertama, fenomena cyberbullying tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan saat ini. Kedua, peningkatan literasi digital dapat disebut sebagai suatu bentuk ilmu pengetahuan yang dapat membantu masyarakat global untuk meminimalisir terjadinya fenomena cyberbullying. Ketika peningkatan literasi digital tersebut berhasil, maka kualitas kesejahteraan umat manusia pun akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin berkurangnya korban-korban yang harus merasakan dampak negatif dari fenomena ini dan juga pelaku-pelaku tindakan cyberbullying akan terus berkurang.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan di atas adalah era globalisasi dan kemajuan teknologi menimbulkan dampak negatif, salah satunya adalah cyberbullying. Fenomena ini merupakan tindakan yang dilakukan seseorang dalam bentuk perundungan, ujaran kebencian, atau penindasan yang dilakukan di laman media sosial. Contoh nyata dari fenomena ini adalah ujaran kebencian yang diterima oleh pemeran Ariel dalam film berjudul The Little Mermaid. Salah satu cara meminimalisir terjadinya tindakan ini adalah meningkatkan literasi digital. Kajian di atas sesuai dengan cabang filsafat ilmu yaitu aksiologi karena cyberbullying tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam kehidupan dan literasi digital muncul sebagai ilmu pengetahuan yang membantu peningkatan kualitas kesejahteraan manusia.
Referensi:
Adib, Mohammad, 2010. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 22-79