Lihat ke Halaman Asli

Sarah Silvia

A writer, marketer, and a friend.

Brand Ambassador: Perlu Gak Perlu

Diperbarui: 29 Maret 2020   16:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Beberapa waktu belakangan, beberapa perusahaan besar memilih artis K-pop untuk dijadikan brand ambassador. Fenomena ini bukanlah hal baru di dunia marketing, hampir semua brand seakan berlomba-lomba menggunakan artis papan atas untuk merepresentasikan brand mereka. Sebut saja Agnez Mo, Dian Sastrowardoyo, Joe Taslim atau Al Ghazali menjadi yang paling umum beredar di media iklan di Indonesia. Artis Kpop seperti Choi Siwon, Blackpink, dan BTS pun juga seakan tidak luput dari perhatian brand besar untuk dijadikan brand ambassador di Indonesia. Sah-sah saja, memang basis penggemar K Pop di Indonesia adalah salah satu yang terbesar di Asia.

Kalau kita coba lirik ke kategori smartphone, pemain-pemain besar seperti Samsung, Oppo, Vivo, hingga Asus menggandeng sejumlah artis terkenal di Indonesia.

Misalnya Dian Sastrowardoyo untuk Samsung atau Raisa dan Isyana Sarasvati untuk Oppo. Lalu bagaimana dengan pemain utama di kelas ini, yaitu Apple? StickFriends mungkin tidak sadar, Apple hampir tidak pernah mempunyai brand ambassador? Selama ini yang menjadi “wajah” paling populer adalah Steve Jobs, ya itu karena beliau memang salah satu pemimpin paling ikonik di dunia.

Alih-alih memilih selebritas menjadi brand ambassador, Apple “mengajak” pengguna iPhone, iPod, MacBook, dan seluruh produknya, untuk menjadi brand ambassador. Hal ini karena Apple berpendapat, justru user adalah orang-orang yang paling mengerti keunggulan dari setiap produknya.

Di saat brand lain menggandeng fotografer ternama, justru Apple memasang iklan luar ruangan seperti billboard dan memasang foto-foto hasil jepretan pengguna handphone mereka, lalu memasang tagar #ShotOniPhone. Mereka lebih mengutamakan keunggulan fitur dan inovasi terbaru mereka, just the iPhone itself, without the popular faces.

Apple menggunakan pendekatan marketing yang customer-centric. Berbeda dari brand lainnya, Apple ‘menyulap’ para pengguna Apple untuk menjadi brand Ambassador nya, sehingga dibandingkan menggunakan endorsement atau jasa influencers, Apple justru membina fans-fans setianya untuk menyebarkan word of mouth, dan tentunya word of mouse, kepada orang-orang terdekat dari setiap pengguna Apple, dan itu membuat ‘promosi’ iphone terasa lebih orisinal dan juga masif.

Setiap pengguna Apple merupakan influencer yang dapat menyebarkan pesan tentang bagaimana mereka mencintai product Apple dan hal ini juga menciptakan community yang kuat bagi para pengguna Apple. They value their product and their value their customers.

Apple terus menjaga pelanggannya dan membuat mereka tetap bahagia menggunakan produk-produknya, sehingga Apple terus memaintain pelanggan untuk jangka panjang.

Seperti yang kita semua tahu, Apple terus berinovasi mengeluarkan berbagai produk terbaru dan returning customers jadi fokus utama agar mereka nggak beralih ke brand lainnya.

Kredibilitas sebuah produk yang disampaikan artis ternama kepada audiences yang massive, dibandingkan dengan kredibilitas seorang pengguna yang mempromosikan produk kepada kerabat terdekatnya tentu akan memberikan sense of trust yang berbeda.

Tentu bukan berarti Apple tidak membutuhkan influencers dan bukan berarti juga brand lainnya menggunakan promosi yang tidak tepat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline