Lihat ke Halaman Asli

Sarah Margaret

karyawan Swasta

Hari Kebangkitan Nasional, Apa yang Perlu Kita Bangkitkan?

Diperbarui: 20 Mei 2016   16:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ditanya mengenai Hari Kebangkitan Nasional (HARKITNAS) pasti setiap orang memiliki persepsi berbeda-beda. Kalau saya pribadi, jika disinggung mengenai harkitnas malah teringat dengan sosok Gus Dur. Kenapa bukan Bung Tomo? Karena mungkin saya hanya mengenal Bung Tomo dari Buku Sejarah walaupun saya tahu Dalam sejarahnya, Kebangkitan nasional dimulai dengan berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 dimana ditandai dengan bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang tidak pernah muncul selama penjajahan berkuasa dan bumi pertiwi ini dikuasai oleh Belanda dan Jepang.

Namun di jaman saat ini, menurut saya kita tidak perlu lagi berbicara hari kebangkitan nasional dengan mengangkat senjata dan melawan penjajah. Toh kita sudah merdeka karena jasa Pahlawan. Bagi saya penjajah kecil dan terdekat yang perlu kita lawan saat ini adalah diri kita sendiri dan persepsi lingkungan yang kita bentuk. Jika berbicara mengenai hari kebangkitan nasional saya suka menyinggung mengenai kemajemukan Bangsa. Bagi saya Guru besar kemajemukan bangsa sampai saat ini masih dipegang oleh Alm. K.H. Abdurrahman Wahid, belum ada yang bisa menggantikannya. 

Teringat dengan quotes sederhana dari Beliau, "Tidak penting apa pun agama dan sukumu.. kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu." Celotehan-celotehan sederhana dari Beliau yang membuat saya kagum betapa Beliau menghargai perbedaan yang ada di Bangsa ini. 

Berbicara kemajemukan saya mau cerita singkat mengenai pengalaman kehidupan saya. Sejak kecil saya sudah terbiasa dengan pergaulan yang majemuk. Rumah saya berhadapan dengan Mesjid yg bisa dibilang cukup besar dan terbiasa mendengarkan kumandang Adzan 5 waktu, bahkan setiap hari Jumat parkiran depan rumah saya penuh dengan kendaraan umat yang menunaikan Ibadah Shalat Jumat. Kemudian sejak TK- SMA saya dimasukkan ke  sekolah berpendidikan Katholik yang mayoritas etnis Tionghoa, lalu saya lanjut kuliah yang mayoritas  mahasiswa nya beragama Islam, dan saat ini pun saya bekerja dan ditempatkan di kantor yang hanya saya sendiri beragama Kristen. 

Saya baru sadar ternyata pergaulan saya kebanyakan di wilayah minoritas. Tapi menurut saya, saya bukan minoritas di Bangsa ini. Karena Bangsa Indonesia memang terlahir beraneka ragam bukan? Walaupun faktanya Mayoritas agama rakyat Indonesia adalah beragama Islam. Karena pengalaman kehidupan itulah yang membuat saya sadar dengan keberagaman yang ada. Melek dalam menghargai perbedaan yang ada. 

Lantas apa hubungannya dengan HARKITNAS? di hari kebangkitan nasional ini menurut saya kita tidak perlu membahas terlalu jauh mengenai kasus-kasus negara yang belum terselesaikan atau mengenai program-program pemerintah yang belum terlaksana.  Banyak masyarakat yang mengisi momen seperti ini dengan berunjuk rasa. Apa karena negara kita negara demokrasi jadi begitu mudahnya masyarakat kita sedikit-sedikit menuntut dengan berdemo di jalan yang menyebabkan kemacetan? Berunjuk rasa tidak salah, yang salah jika kita selalu menuntut pemerintah tanpa berkaca.

Hari kebangkitan Nasional saat ini harusnya kita mulai merenungi dan berkaca bahwa nilai-nilai persatuan Bangsa semakin terkoyakkan oleh kaum-kaum tidak bertanggung jawab yang memprovokasi anak bangsa menjadi budak-budak pelawan pemerintah, menjadi kacung-kacung pencuci otak generasi Bangsa dengan menyebar isu-isu intoleran dan menjadi anjing-anjing penyelundup negara lain yang berniat memanfaatkan kekayaan negeri ini.

Bukan lagi bangkit melawan penjajah, tetapi bangkit melawan ego diri sendiri. Bangkitkan lagi semangat Gus Dur dalam diri kita. karena kita bukan saja saya, dia atau kamu. tapi kita adalah mereka dan mereka adalah kita. Bangsa Indonesia yang satu, dan dari dulu sudah menjadi satu Republik satu semboyan satu bahasa, satu ideologi yaitu Pancasila. Karena kunci kebangkitan Nasional yang sesungguhanya adalah persepsi Persatuan yang kita bangun sendiri dari pola pikir dan tindakan kita, itulah yang bisa membuka gembok pembatas perbedaan yang ada.

Sadar atau tidak sadar, semakin kesini Isu-Isu SARA mulai dibangkitkan lagi oleh kaum tidak bertanggung jawab, terlebih disaat menjelang Pilkada DKI JAKARTA. Ini yang membuat saya sedih dan merasa penting membangkitkan kembali semangat GusDur. semangat yang tidak pantang menyerah dalam menjaga persatuan bangsa, semangat yang selalu berkibar mewarnai keberagaman yang ada di negeri ini, semangat pluralisme! Semakin berbeda kita, semakin jelas dimana titik persatuan kita. -GusDur-

karena membaur tidak berarti melebur. 

Selamat Hari Kebangkitan Nasional!

Bogor, 20 Mei 2016

Sarah Margaret YS




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline