Lihat ke Halaman Asli

When Writing the Story of Your Life, Make Sure You're the One Holding the Pen

Diperbarui: 10 April 2018   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

"Everyone has his own sound. I am not going to presume how to tell anybody how to write"

Elmore Leonard

Di tengah kegelapan malam Tokyo pada bulan Maret tahun lalu, terlihat siluet kuncup bunga sakura di balik jendela yang seakan menanti bulan April untuk bermekaran dengan indahnya.

Romantisnya suasana dari balik jendela tak mampu menjernihkan mood saya saat itu. Saya hanya menatap kosong ke depan screen computer, tetap berusaha untuk mencoba menulis.

Susah, sulit, sukar, moelijk, difficult, semua kata-kata tersebut tak hentinya mendera pikiran saya. Meskipun sedang berada di salah satu negara yang memiliki internet tercepat di dunia, hal tersebut tidak mampu membantu kecepatan ketukan jemari hati saya.

Oh gosh, so difficult karena saya tidak pernah menulis seperti ini dalam hidup saya, kalaupun pernah ada, itu hanya lembaran surat cinta yang penuh dengan gombalan atau curahan hati yang saya tulis di zaman SMP dan SMA di dalam diary yang bisa digembok sehingga cuma saya yang bisa membaca.

Masih teringat jelas dalam memory percakapan saya dengan Mas Ihsan, salah satu teman saya yang super baik hati dari Palu.

Lamunan membawa saya kembali di saat awal kenal. Ada tulisannya yang sangat saya suka, baik dari tata bahasa maupun cara penyampaiannya sehingga saya memberikan comment penuh kekaguman akan tulisannya. Ingin rasanya saya bisa menulis sehebat dirinya.

Saat itu saya bertanya, "Mas Ihsan, maaf mengganggu. Saya sedang mencari ghostwriter yang tulisannya bisa sehebat mas Ihsan. Sejak zaman kuliah sampai sekarang, saya sudah keliling dunia sebagai solo traveler sehingga banyak sekali pengalaman yang ingin saya share value-nya dari semua perjalan tersebut, tapi saya tidak bisa menulis", kata saya menjelaskan dengan nada gundah gulana.

Setelah kami mencoba mencari ghostwriter ternyata belum berjodoh, akhirnya Mas Ihsan menyarankan saya, "Kenapa tidak menulis saja, bisa belajar dari yang memang jago menulis yaitu Mas Jaya Setiabudi dan Kang Dewa Eka Prayoga."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline