Lihat ke Halaman Asli

Model Menyalin dan Menghafalkan, Efektifkah?

Diperbarui: 19 Januari 2016   00:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Anak-anak, catat semua yang ibu tulis di papan tulis! Hafalkan, nanti akan keluar di ulangan!”

Kalimat tersebut adalah kalimat yang sering saya dengar saat saya sekolah. Bagi saya, saat itu, metode tersebut sangat efektif, saya tidak perlu membaca buku cetak, mencoba mencari yang akan keluar saat ulangan, mencari bagian yang penting, dengan mencatat catatan guru maka semua sudah dirangkum oleh guru, saya hanya menghafalkannya dan pasti nilai saya akan bagus karena yang dicatatkan pasti keluar.
Setelah menjadi guru, ternyata saya pernah melakukannya juga. Saya senang dengan hasil ulangan anak-anak yang bagus, saya senang karena catatan anak-anak sesuai dengan harapan saya. Tetapi semua itu berubah ketika ada seorang teman yang berkata:

“Memang nilai muridmu bagus, tapi dengan cara mengajarmu yang seperti itu pada akhirnya akan menjerumuskan mereka?”

Teman saya tidak mau menjelaskan lebih lanjut, tetapi meminta saya merenungkannya. Saya mencoba merenungkan ketika saya menjadi murid dan mencoba membandingkan dengan guru saya yang lain yang mempunyai metode mengajar berbeda. Beliau jarang menulis dengan detail di papan tulis, beliau hanya menuliskan kata-kata penting yang bermakna. Beliau menjelaskan sesuatu dan meminta murid menulis ulang dengan kata-kata sendiri berdasarkan kata-kata penting yang dituliskan. Selain itu, Beliau juga mewajibkan kami membaca buku paket, belajar sumber lain. Beliau meminta kami bagaimana menganalisa sesuatu permasalahan. Cara mengajar beliau tidak monoton, hanya sekedar menyalin catatan guru atau mendengarkan guru membacakan apa yang sudah ditulis di papan tulis. Memang pada awalnya saya kesulitan, karena tidak terbiasa. Guru saya tetap mengajar dengan metode seperti itu sehingga saya harus membiasakan diri. Tetapi lama kelamaan, setelah terbiasa, sangat mudah bagi saya untuk merangkaikan kata-kata penting dalam bentuk kalimat, memahami sesuatu, dan juga menganalisinya. Pada akhirnya nilai sayapun meningkat.

Hasil perenungan membuat saya kembali berpikir, mengapa saya tidak mengikuti metode tersebut saat saya juga menjadi guru. Kemudian saya teringat pengalaman saya dengan kejadian guru yang menyalahkan jawaban saya karena tidak sama dengan yang tertulis di buku paket/di catatan yang sudah diberikan guru. Selain itu banyaknya soal yang menuntut saya hanya sekedar menghafal tanpa saya memahami atau dapat mengaplikasikannya bahkan menciptakan sesuatu dari hasil analisis saya. Soal-soal yang hanya sekedar menghafal saya alami sekian tahun, dari SD – SMA. Hafalan, hanyalah memori sementara, jangka pendek jika tidak sering digunakan. Tidak heran jika hasil penelitian PISA untuk Indonesia tidaklah terlalu bagus. PISA atau Programme for International Student Assessment merupakan suatu penilaian secara internasional terhadap ketrampilan dan kemampuan murid usia 15 tahun.

Ketrampilan dan kemampuan dalam PISA yang dinilai meliputi matematika (mathematics literacy), membaca(reading literacy), dan sains (science literacy).
Perubahan dimulai dari diri sendiri. Pernyataan dari seorang teman yang meminta saya berpikir, memanglah benar. Jika saya hanya mengajarkan supaya murid menghafal, tidaklah membuat murid berkembang. Nilai bagus hanya sesaat, melatih murid berpikir lebih dalam itulah yang penting. Menjadi guru atau pendidik tidaklah berfokus pada diri sendiri tetapi berfokus kepada murid, bagaimana membuat murid berkembang. Ketika membuat murid berkembang, maka guru akan menjadi lebih berkembang pula. Saya bersyukur ada seseorang yang membuat saya berpikir dan ketika saya menyampaikan rasa terima kasih karena menyadarkan saya. Beliau meminta saya menyampaikan ke orang lain yang saya wujudkan dalam bentuk tulisan ini.

“Memang nilai muridmu bagus, tapi dengan cara mengajarmu yang seperti itu pada akhirnya akan menjerumuskan mereka?”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline