Lihat ke Halaman Asli

swasembada beras

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

yang lain pada bahas hukum, yang satunya bahas politik, yang satunya bahas negara, yang satunya bahas penegak hukum, yang lainnya bahas apa saja yang berkaitan dengan hukum dan politik.

pada kesempatan kali ini kita bahas saja bagaimana INDONESIA tercinta ini menjadi negeri yang SUBUR, MAKMUR, GEMAH RIPAH LOH JINAWI, MA JAO RO MANTIKA RASO, MA MOSO RO MA WATI HIDO (yang hijau dan yang cantik, yang bersih mengkilap dan tidak kelaparan; dua kalimat terakhir artinya kira-kira seperti itu).

mungkin kita masih ingat, ketika dahulu kita berjaya pada dunia pertania, kita meng-eksport beras dan padi kita ke luar negeri utamanya kawasan ASEAN, bahkan kawasan EROPA dan US pernah kita kirimkan beras dari hasil pertanian kita, bahkan ada lagu yang sempat tenar dahulunya "bukan lautan, tapi kolam susu, padi dan yang lainnya pasti akan tumbuh di negeri ini" kira-kira seperti itulah sajaknya.

pada tahun 1985, kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang memproduksi padi (beras) dengan jumlah yang sangat melimpah ruah sehingga menyabet peringkat pertama nasional untuk produksi padi 2 ton untuk setengah (1/2) hektar, itu bukan hanya cerita tapi itu adalah kenyataan.

ketika anda bertandang ke rumah masyarakat yang bertempat tinggal di kelurahan-kelurahan diatas (dodu I, dodu II, kodo I, Kodo II, lampe dan nungga) anda akan melihat bapak rumah tangganya sedang berjabat tangan dengan presiden soeharto di istana negara yang di dampingi oleh ibu tien soeharto di belakangnya, merupakan sebuah penghormatan tersendiri bagi masyarakat tersebut ketika bisa berjabat tangan dengan sorang kepala negara apalagi di abadikan dengan kamera (karena dulu sangat jarang memiliki kamera sendiri).

sampai sekarang cerita tersebut masih bergulir di masyarakat kelurahan tersebut, bagaimana cara makannya mereka dengan bapak presiden, bagaimana cara jalannya ketika menghadap bapak presiden, bagaimana tutur katanya dengan presiden sampai-sampai bagaimana cara bersin di depan presiden , semuanya di tata ulang oleh satu orang, namanya ABDULLAH H. IBRAHIM.

Dahulu, padi andalah di kelurahan tersebut adalah padi GORA (Gogo Ranca), yang merupakan varietas padi ladang dengan buji super, di persawahan masyarakat menanam padi jenis IR, baik itu yang 45 atau yang 66 namun hasil yang IR 45 agak keras maka ada sebagaian petani yang mencampur antara padi IR45 dengan 66 ketika sudah menjadi beras dan hasilnya adalah nasi yang super duper nikmat pulannya.

Itu dahulu, sekarang?

itulah yang menjadi pertanyaan sekarang, setiap propinsi yang ada di Indonesia Raya ini sudah tidak ada lagi yang namanya petani padi, padahal banyak yang menanam padi di samping menanam yang lainnya, lantas padi-padi yang di olag menjadi beras tersebut kemana perginya, apakah dimakan hantu atau di makan tikus.

sekarang aneh.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline