Lihat ke Halaman Asli

M. Sapwan

photo traveling di malang

Tujuh Kekuatan dari Pertanyaan "Kapan Nikah?"

Diperbarui: 29 Januari 2018   21:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi (Japan Times)

Catatan untuk kawan jomblo

Saat menulis catatan ini, saya berharap kawanku itu segera mengubah cara pandangnya tentang mereka yang bertanya tentang kapan nikah, dan bersegera memulai rencana dan memasang target untuk melangsungkan pernikahan. Begini ceritanya. Tadi sore, di pusat perbelanjaan terkenal, saya bertemu dengan tiga pemuda. Satunya teman dekat, duanya lagi terdiri dari cewek dan cowok, adalah temannya teman, yang baru bertemu di tempat itu. Dari segi umur, mereka sudah pantas untuk melangsungkan ikatan perkawinan. Rata-rata sudah hampir kepala tiga.

Bagi saya tiga lajang ini tergolong "mampu." Mampu yang maksud, mereka ini secara ekonomi, telah siap. Di luar sana, ada banyak anak muda seperti mereka, yang tergolong mampu untuk segera menikah, tapi tidak punya keberanian untuk memulai. Saya katakan bahwa usia seperti mereka itu seringkali menjadi "bulan-bulanan" teman yang sudah menikah.

Mau di kantor, di rumah, saat bertamu, saat ada pertemuan keluarga, atau ketemu di manapun, teman-teman yang umurnya sebaya tapi lebih berani mengarungi bahtera akan selalu bertanya tentang kapan menikah. Lalu munculllah berbagai macam pembelaan dari mereka. Belum ada uanglah, belum punya rumahlah, belum ada kerjaan tetaplah dan pembelaan sejenis sebagai tameng perlindungan.

Bagi saya, ada hal yang salah dari anggapan mereka para jomblo. Mereka menganggap pertanyaan kapan nikah itu sebagai bully, memojokkan, atau membuat mereka malu. Padahal justru sebaliknya, mereka yang bertanya memiliki harapan dan keinginan agar orang yang ditanya segera berpikir untuk merencanakan pernikahan. Bagi seorang teman akrab, menanyakan kapan menikah itu bukanlah pertanyaan basa basi. Ia berisi doa dan harapan, mungkin juga rasa kasihan melihat teman dekatnya belum juga menikah. Kata kapan nikah seorang teman bisa jadi menyimpan makna berikut ini.

1. Membuka Pintu Sorga

Kata kapan nikah diucapakan karena merek ingin agar temannya segera membuka pintu surga. Pintu sorga ? bukankah pintu sorga itu nanti setelah kiamat baru dibuka. Benar, tapi di bumi juga ada sorga, sorga di bumi itu adalah rumah tangga. Mereka yang memiliki rumah tangga yang diliputi rahmah itu rasanya tak bisa diceritakan kebahagiannya. Istri atau suami yang baik, anak-anak yang jika kita memandanginya menjadi hiburan, serta pergaulan antar suami istri yang membahagiakan itu juga surga di bumi.

Contoh kecilnya itu, kalau kita penat seharian dengan pekerjaan, kemudian pulang kerumah, disambut anak-anak yang ceria berlarian manja, disambut istri dengan penuh cinta, itu sorga yang menghilangkan kepenatan di luar sana. Lenyaplah persoalan yang membuat pikiran kacau, hilang semangat, dan down. Rumah tangga bisa menjadi mood boster kata anak jaman now. Kalau ibarat laptop yang lagi heng, maka restartnya itu adlah pulang kerumah dan temui keluarga, maka besoknya kita bisa tampil lebih fresh penuh semangat. Itulah kebesaran Allah.

2. Pintu Rejeki

Yang kedua teman yang bertanya soal kapan nikah itu memiliki keinginan agar rejeki lebih terbuka. Tidak semua persoalan hidup harus dihitung matematis, seperti satu di tambah satu sama dengan dua. Ada teman yang berpikir bahwa menikah bisa menambah beban hidupnya. Ia harus menanggung hidup pasangannya, belum lagi nanti pasangan mereka akan punya anak. Tambah berat bebannya. Bayangan tentang beban hidup itu kemudian membuatnya berpikir panjang untuk menikah. Ini bahaya. Pernikahan itu ajaib, Allah menjamin rizki kehidupan pasangan yang menikah.

Tak perlu takut miskin, karena Allah maha Kaya, tugas manusia hanya berbuat baik dan berserah kepada-Nya. Soal rejeki tak perlu takut. Banyak orang yang pintu rejekinya terbuka setelah menikah. Awalnya tak punya sepeda setelah kawin punya sepeda dan macam-macam kebutuhan hidup. Itulah ajaibnya menikah. Pokoknya yakin saja, nanti setelah menikah Allah tidak akan membiarkan makhluq yang ia ciptakan dengan kasih sayang dengan Maha Rahman dan Rahimnnya itu lapar dan kemudian mati pelan-pelan karena tidak kebagian jatah rejeki. Wong cecak saja yang tidak pernah makan sekolah kebagian rejeki, apalagi anak manusia yang diberi akal pikiran paling sempurna. Pokonya menikah itu uajaiiib men

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline