Di tengah ketidakpastian ekonomi hingga daya beli masyarakat yang kian merosot, kita dihadapkan dengan berbagai fenomena yang semakin memunculkan sebuah pertanyaan tentang kebenaran dibalik kondisi perekonomian negeri ini.
Indonesia beberapa waktu diterpa oleh fenomena masyarakat yang berbondong-bondong membeli sebuah gantungan tas berbentuk boneka bernama labubu.
Antusiasme masyarakat bahkan hingga hari ini terus meningkat pesat terhadap aksesoris gantungan tersebut. Kemudian dari sini memunculkan sebuah pertanyaan "apakah ini pertanda negara kita memang baik-baik saja?".
Bagaimana tidak, ketika Indonesia diterpa oleh berbagai masalah ekonomi, masyarakat kita justru disibukkan dengan membeli sebuah gantungan boneka yang dibandrol mulai dari harga Rp300 ribu hingga Rp1 jutaan tersebut. Wajar kiranya jika masyarakat semakin mempertanyakan kondisi negeri ini karena fenomena ini akhirnya bak seperti sebuah anomali.
Belum lagi ditambah oleh berbagai event konser musik baik dari dalam maupun luar negeri yang silih berganti hadir di Indonesia pasca covid-19 berakhir. Awalnya, mungkin banyak dari kita yang menganggap bahwa ini merupakan respon dari masyarakat imbas dari terkekangnya kehidupan sosial mereka ketika covid-19 melanda.
Namun, ternyata ini kemudian menjadi fenomena yang menghasilkan dampak yang tidak main-main. Bahkan pendapatan negara dari berbagai konser musik yang diselenggarakan ini bisa mencapai triliun rupiah.
Misalnya saja pada saat konser musik band asal Inggris Coldplay yang diselenggarakan pada tahun 2023 lalu, di mana event musik tersebut disinyalir memberikan pendapatan bagi negara sebesar US$75 juta atau lebih dari Rp1 triliun.
Seolah seperti bertolak belakang dengan kondisi perekonomian Indonesia yang tidak pasti, fenomena labubu dan suburnya event konser musik dengan puluhan ribu penonton ini dapat dijelaskan pada sebuah teori yang disebut dengan "lipstick effect".
Apa itu lipstick effect?
Istilah lispstick effect ini pertama kali muncul pada tahun 1998 oleh professor ekonomi dan sosiologi bernama Juliet Schor sekaligus penulis dari The Overspent American.