Tidak dapat dipungkiri kemajuan teknologi memang memberikan berbagai kemudahan dalam aspek kehidupan manusia. Namun, tak sedikit juga dari kemudahan tersebut justru dapat menghasilkan dampak negatif khususnya dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat.
Apalagi kita berada di zaman era digital yang memungkinkan semua aktivitas sehari-hari dapat dikemas dalam satu perangkat gadget saja. Dari sisi aksesibilitas memang kita menemukan kemudahan, tetapi terkadang kita melupakan hal-hal penting pada fase sebelumnya karena menganggap kemudahan yang didapat saat ini adalah sebuah solusi.
Pernakah mendengar istilah dari "buku adalah jendela ilmu" atau "buku adalah jendela dunia"? mungkin istilah ini hampir jarang kita dengar di zaman sekarang. Ini terjadi karena perkembangan teknologi membuat masyarakat lebih dekat dan mengenal mbah google dibandingkan buku bacaan.
Jika berbicara benar atau salah, kondisi ini masih menuai pro dan kontra karena baik buku maupun google sama-sama menjadi sumber untuk mencari informasi. Yang kemudian menjadi sebuah permasalahan adalah bagaimana kemampuan literasi seseorang dalam memaknai dua fenomena ini.
Dalam dunia literasi sendiri, lingkungan masyarakat memiliki stigmanya yang cukup kuat. Khususnya anggapan bahwa esensi membaca buku itu identik dan hanya ditemukaan dalam buku bacaan keilmuan, sehingga persepsi di luar itu dianggap sesuatu hal yang tidak penting dan tidak bermanfaat bagi kehidupan.
Bahkan situasi ini mungkin sudah ada sebelum di era digital yang menjadi salah satu penyebab utama menurunnya minat literasi masyarakat. Sebut saja novel, persepsi masyarakat terhadap buku ini beragam namun memiliki kesimpulan akhir yang sama yaitu "bacaan tidak penting".
Mungkin ada dari kita yang pernah berada di posisi gemar membaca buku novel namun terbentur oleh persepsi orang tua terhadap buku ini. Apalagi jika berada pada rentang umur sekolah, hal ini semakin membuat posisi novel menjadi buku bacaan tidak penting karena dianggap bisa menganggu proses belajar.
Tidak terlalu mengherankan, karena sejak abad ke-18 buku keilmuan memang sudah dianggap penting karena menekankan ilmu pengetahuan dan rasionalitasnya.
Sehingga pada saat itu baik dalam institusi pendidikan maupun kehidupan masyarakat, buku keilmuan seperti sains, filsafat, hingga teknologi menjadi sumber keilmuan utama yang digunakan dalam berbagai profesi maupun dalam kehidupan sehari-hari karena memiliki aplikasi praktis yang jelas.
Berbeda dengan buku-buku fiksi seperti novel yang sering kali dikategorikan sebagai hiburan belaka sehingga ketika seseorang membacanya maka itu merupakan kegiatan yang kurang serius dibandingkan membaca buku keilmuan.