Lihat ke Halaman Asli

Perbankan Lakukan Upgrade Teknologi Demi Laba

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1423802681230710545

[caption id="attachment_368635" align="aligncenter" width="306" caption="Teknologi kian dikejar"][/caption]

Penguasaan teknologi merupakan cermin peradaban. Kian tinggi peradaban, kian besar pula kebutuhan akan teknologi. Termasuk pula di dunia perbankan.

*****

Di ranah perbankan, anggaran belanja TI kedapatan mengambil porsi besar dalam total dana belanja modal.  Pasalnya, dewasa ini, bank memang kian fokus mengembangkan bisnis perbankan berbasis teknologi informasi.

Di dalam negeri, fakta tersebut tampak jelas dari alokasi belanja modal mayoritas bank besar. Sebut saja yang dilakukan Bank Rakyat Indonesia (BRI) . Achmad Baiquni, Direktur Keuangan BRI, menyebutkan bahwa tahun ini capex BRI Rp 5 triliun-6 triliun. Dari angka itu, sekitar 55% dana dianggarkan untuk memenuhi anggaran belanja TI, ekspansi jaringan, khususnya bisnis mikro dan pengembangan e-channel. Sedangkan sebesar sekitar Rp 3 triliun untuk akuisisi bisnis.

Fenomena serupa juga tampak di Bank BNI. Sekretaris Perusahaan BNI Tribuana Tunggadewi membeberkan, tahun ini bank nomor empat terbesar di Indonesia ini telah menyiapkan anggaran belanja modal sekitar Rp 2,7 triliun. Jumlah tersebut, meningkat dua kali lipat dibandingkan pada 2013. Diketahui pula, pada tahun itu, realisasi Capex BNI sekitar Rp 1,22 triliun.

Dari jumlah itu, Tribuana berujar, “Paling besar untuk belanja perangkat teknologi dan bangunan gedung,” paparnya.

Hal senada juga diakui Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja. Menurut dia, capex BCA 2014 berkisar antara Rp 2,5% triliun-2,7 triliun. “Dan belanja terbesar atau lebih dari 50% untuk TI dan ekspansi e-channel,” akunya.

Upaya serupa bahkan disebutkan Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Pahala N Mansury, telah dilakukan banknya sejak beberapa tahun berselang. Secara ekspansif, sambung dia, Mandiri memperbaiki fasilitas TI.

“Sejak tahun 2012, Mandiri menyiapkan belanja TI antara US$ 100 juta-US$150 juta. Dana itu akan digunakan dalam kurun dua hingga tiga tahun,” ujarnya.

Khusus untuk 2014, Pahala mengatakan, Mandiri juga telah menyiapkan capex sebesar Rp 2,59 triliun. Dan porsi terbesar dari capex tersebut, yakni sekitar Rp 1,6 triliun, dialokasikan untuk membeli computer, perangkat lunak, dan peralatan kantor. Sedangkan sisanya, baru digunakan untuk membeli tanah, bangunan, dan merenovasi kantor.

Bank Internasional Indonesia (BII) agaknya juga enggan ketinggalan dalam hal pengembangan teknologi informasinta. Thila Nadason, Direktur Keuangan BII, mengaku bahwa pihaknya juga menyiapkan anggaran besar.

BII, menurut Thila, telah merealisasasikan capex senilai US$ 30 juta. “Tahun ini, untuk TI saja kami siapkan US$ 20 juta-25 juta. Kami akan fokus pada layanan digital,” katanya.

Sementara itu, pihak Bank OCBC NISP mengaku, telah menganggarkan capex lebih dari Rp 300 miliar. Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur OCBC NISP, menerangkan bahwa sama seperti yang lain, Capex mengalir relatif deras untuk investasi TI dan jaringan.

Bahkan menurut Thila, dana capex untuk TI mencapai prosentase sebesar 65%. Sedangkan sekitar 30%, sambung dia, untuk pengembangan jaringan layanan. “Tahun lalu kami anggarkan Rp 200 miliar. Tapi tak sepenuhnya kami serap,” tuturnya.

Pada umumnyanya biaya yang paling besar untuk pembangunan disaster recovery center (DRC) penambahan kapasitas dan peremajaan perangkat, ucapnya pada Bisnis, Kamis (12/12/2013).

TREN KENAIKAN

Kenaikan angka total belanja TI perbankan memang bukanlah baru terjadi pada 2014. Lembaga riset International Data Corporation (IDC) pada 2012 menunjukkan adanya kenaikan total belanja teknologi dan informasi (TI) perbankan Indonesia pada 2013 yang mencapai US$5,6 miliar dibandingkan dengan total tahun lalu US$4,1 miliar.

Managing Director IDC Financial Insights Asia Pacific Cyrus Daruwala memaparkan, total kenaikan tersebut meliputi penerapan dua sistem TI yakni lama dan baru. Sistem lama merupakan peningkatan infrastruktur TI business as usual (BAU) seperti penambahan kapasitas pusat data (hardware). Sedangkan, sistem baru seperti inisiatif mobile dan internet banking, serta call center (software).

Adapun, komposisi belanja TI perbankan Indonesia untuk tahun ini masih didominasi oleh sistem TI lama sebesar US$4,1 miliar. Dan untuk sistem TI baru angkanya mencapai US$1,5 miliar. "Belanja TI perbankan Indonesia untuk BAU memiliki peningkatan rata-rata 8% per tahunnya, sedangkan untuk total belanja TI pada tahun depan Indonesia akan tumbuh 10%," ujar Cyrus, satu tahun lalu.

Lebih jauh Cyrus memaparkan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan total belanja TI perbankan tertinggi dibandingkan dengan negara Asia lain karena baru mengadopsi teknologi dan sistem TI baru 3 tahun belakangan.

Selain itu, IDC memproyeksikan ke depan, perbankan Indonesia akan bertransformasi besar khususnya mengarah ke analisis big data. Hal berbeda terjadi di bank regional dan global. Di sana, menurut Cyrus, infrastruktur TI sudah cukup matang karena dikonsolidasikan dengan induk sehingga tidak akan mengalami pertumbuhan belanja TI yang signifikan.

Untuk 2014, Cyrus mengungkapkan prediksinya bahwa tren mobile banking akan terus berlanjut. Pasalnya, pada 2013, total pendapatan bank-bank besar Indonesia dari mobile banking mencapai US$500 juta. Pendapatan total itu juga ditengarai bajal melonjak menjadi US$3 miliar pada 2016.

"Mobile banking menjadi suatu keharusan bagi perbankan lokal. Kalau tidak, 5 tahun mendatang mereka akan kehilangan market share. Selain itu, bank-bank lokal juga harus mengantisipasi Asean Economic Community pada 2015," pungkasnya.

BELANJA TI DUNIA

Pada 2014, agaknya kesadaran atas pentingnya pengembangan teknologi informasi memang terjadi di dunia. Tak pelak, hal itu menyebabkan, total angka belanja teknologi informasi pun tumbuh cukup tinggi. Yakni sebesar 3,1 persen dari tahun sebelumnya menjadi US$ 3,8 triliun atau Rp 43.182 triliun.

Terungkap dalam laman sebuah perusahaan riset teknologi informasi  yang bermarkas di AS, Gartner, pengeluaran untuk perangkat, seperti PC, ultramobile, ponsel, dan tablet mengalami kenaikan hingga 4,3% pada tahun ini. Padahal tahun lalu, pengeluaran untuk perangkat itu hanya naik 1,2%.

Sedangkan pengeluaran untuk software perusahaan, menurut Gartner, juga dditemukan adanya peningkatan yang cukup besar. Di 2014 rata-rata pertumbuhan per tahun untuk software perusahaan adalah 6,8%. Customer Relationship Management (CRM) dan Supply Chain Management (SCM) merupakan kategori yang diprediksi memiliki pertumbuhan yang kuat.

“Investasi akan berasal dari eksploitasi analisa untuk membuat proses B2C lebih efisien dan meningkatkan upaya pemasaran ke customer, seiring dengan analisa B2B khususnya di ranah SCM, dimana pengeluaran tahunan diprediksi akan meningkat 10,6% di 2014,” papar Managing Vice President Gartner Richard Gordon, ketika itu.

Dikatakannya, fokus utama para perusahaan adalah meningkatkan pengalaman pelanggan melalui proses pre-sales, sales, dan post-sales.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline