Lihat ke Halaman Asli

Basmi Virus Suap dan Korupsi

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Koruptor, penerima suap, serta para penyuapnya telah banyak yang divonis, kemudian mendekam di penjara. Tetapi, apa yang pernah dialami para "pesakitan" yang berasal dari berbagai profesi-eksekutif, legislatif, yudikatif, bahkan penguasa-itu tidak kunjung membuat jera. Hukuman yang dijatuhkan kepada para pencoleng itu tidak menimbulkan terapi kejut. Nyatanya, korupsi/suap dengan jumlah dana besar tetap saja terjadi. Hukuman penjara sepertinya belum mampu membuat jera koruptor dan calon koruptor. Buktinya, di tengah gencarnya masyarakat mendorong pemerintah dan penegak hukum agar serius memerangi koruptor, pada 30 Januari 2013, KPK berhasil menangkap dan menetapkan seorang anggota dewan terhormat (DPR) berinisial Lutfhi Hasan Ishaq sebagai tersangka dalam kasus suap impor daging sapi, di Jakarta.

Yang lebih mengejutkan, anggota DPR yang sudah dijadikan tersangka oleh KPK itu merupakan petinggi salah satu partai berlatar keagamaan, Partai yang selama ini mengaku paling bermoral. Entah apa yang merasuki otak oknum pemimpin di negeri ini, termasuk pemimpin partai yang diduga tertangkap tangan menerima suap uang kontan Rp 1 miliar, yang ditemukan di jok belakang mobil kursi. Tidak berlebihan bila ada yang berpikir bahwa langkanya daging sapi di Indonesia, beberapa waktu lalu, terkait permainan sindikat yang hanya bisa ditembus dengan suap dalam jumlah besar. Tidak salah pula bila ada yang menduga bahwa para elite partai dari beberapa partai politik (parpol) tertentu kini mulai tancap gas menghimpun dana dengan berbagai cara untuk menghadapi Pemilu 2014, termasuk memanfaatkan posisi di pemerintahan/kementerian yang dikuasai wakil dari partai bersangkutan.

Mau dibawa ke mana negeri ini? Apa yang dapat diharapkan rakyat yang menunggu janji-janji pemerintah, wakil rakyat, dan para penegak hukum. Presiden SBY tidak bisa lepas tangan, karena terus terjadinya suap, korupsi, kolusi, dan nepotisme tak terlepas dari lemahnya penegakan hukum, dan rendahnya vonis bagi koruptor yang masih bebas menikmati uang haram yang mereka jarah itu. Pemberantasan korupsi tidak akan efektif bila hukum tumpul, hakim lebih memilih menjatuhkan hukuman berat kepada pencuri sandal dibanding koruptor kakap. Jangan serahkan negeri kepada para pencoleng, maling besar yang bernama koruptor. Selamatkan bangsa dan negara, jangan hanya berjanji akan memiskinkan koruptor, tetapi mereka hanya divonis ringan. Buktikan janji melawan korupsi dengan tindakan nyata.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline