Lihat ke Halaman Asli

Politik Parlemen Serba Transaksional

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam disertasinya saat memperoleh gelar Doktor, Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Pramono Anung Wibowo mengatakan bahwa pengertian biaya pemilu adalah biaya penyelenggaraan yang menjadi tanggung jawab KPU. Biaya itu pasti jauh lebih besar jika ditambah dengan biaya persiapan untuk menjadi calon anggota legislatif, biaya kampanye, dan biaya saksi yang harus dipersiapkan caleg. Biaya itu belum termasuk biaya pemilihan kepala daerah. Hal itu yang berlaku pada seorang caleg bila ingin terpilih sebagai wakil rakyat, maka seorang caleg harus mempersiapkan dana antara Rp 600 juta dan Rp 6 miliar. Penelitian menunjukkan bahwa motivasi menjadi anggota DPR bukanlah semata-mata ingin menjadi politisi yang memperjuangkan aspirasi rakyat atau karena perjuangan ideologi, melainkan lebih bermotifkan ekonomi.

Biaya demokrasi kian mahal seiring dengan diterapkannya sistem pemilu, di mana keterpilihan caleg ditentukan oleh perolehan suara mereka di daerah pemilihan. Sistem pemilu yang berbasiskan demokrasi itu kian memperketat persaingan internal di dalam partai dan persaingan antarpartai. Konsekuensinya, biaya yang harus dipersiapkan caleg untuk memenangi pertarungan kian besar. Fenomena pasar politik inilah yang membuat ideologi partai ”tunduk” pada kekuatan uang. Caleg dengan ideologi partai yang jelas bisa kalah bersaing dengan caleg yang bermodalkan uang besar.

Mahalnya demokrasi dan motif ekonomi caleg bisa menjadikan politik parlemen serba transaksional. Tujuan politik menjadi hanya sekadar siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana. Memang belum ada penelitian akademis soal adanya korelasi antara biaya politik yang mahal dan banyaknya anggota DPR yang terjerat kasus korupsi. Data Kementerian Dalam Negeri menunjukkan, dari 863 pilkada langsung sejak tahun 2005, sebanyak 280 orang terjerat kasus hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline