Lihat ke Halaman Asli

Sapto Satrio Mulyo

Ingin Berbagi Pengalaman

Kesetaraan Gender di Indonesia Masih Blunder

Diperbarui: 8 Desember 2021   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kecuali kodrat masing-masing gender yang tidak dapat diubah, seperti perempuan yang mengandung, dari hasil pembuahan laki-laki.

Selebihnya, jikalau kita nyatakan "Setara" ya setara, tidak ada kata setara, jika masih ada embel-embel previlage untuk salah satu gender.

Kalau bilang Setara tapi masih ada Previlage yang dituntut, itu namanya Politicking Gender

Coba kalau kita menengok sedikit ke Eropa, yang namanya Kesetarasn Gender, setara ya setara. 

Perempuan laki sama-sama kerja dan cari nafkah, perempuan laki sama-sama angkat galon, nah itu baru namanya setara, karena Kearifan Lokal di sana memang begitu itu adanya.

Buksn itu saja, pasutri di sana sudah terbiasa hidup patungan belah semangka, bahkan Suami Istri makan di Restoran pun, bayar masing-masing.

Kita tidak usah ikut-ikutan seperti mereka yang punya Kearifan lokalnya sendiri.

Juga kita tidak usah ikut-ikutan merusak Kearifan Lokal kita sendiri yang sudah begitu Luhur, dengan mengadopsi Kearifan Lokal negeri orang, yang sangat berbeda.

Kearifan Lokal kita adalah "Ibu Pertiwi", Ibu dipuja oleh anak dan Bapak, karena Ibu Sangat Menghormati Bapak.

Begitulah Kearifan Lokal hubungan Pasitri di Indonesia semestinya. 

Jadi dapat dipastikan hubungan Pasutri akan harmonis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline