Mendengarkan penjelasan nara sumber dalam acara peringatan hari kesehatan sedunia yang diselenggarakan oleh Sembutopia di hotel Grand Aston Jogja tanggal 14 April 2018 lalu membuat saya tersadar. Betapa selama ini saya telah menganiaya diri sendiri dengan mengkonsumsi makanan tanpa memperhatikan kandungan nutrisi. Sering makan nasi dengan porsi yang tidak dikira-kira hanya karena ketemu lauk yang membangkitkan selera.
Padahal menurut penjelasan Bapak Kafi Kurnia founder dari Sembutopia, pola hidup masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki resiko timbulnya gejala penyakit diabetes di kemudian hari. Hal ini tidak lepas dari kebiasaan masyarakat yang malas berolah raga dan merasa belum makan kalau perut belum terisi nasi. Pendapat seperti ini yang harus diluruskan. Bahwa ada banyak sumber karbohidrat lain yang bisa kita konsumsi yang berasal dari negeri ini. Seperti singkong, jagung, kentang, dan lain-lainnya. Sehingga ketergantungan masyarakat terhadap beras/nasi perlahan dapat dikurangi.
Apalagi nasi putih memiliki nilai indeks glikemik (ig) yang tinggi. Indeks glikemik merupakan nilai yang menggambarkan seberapa cepat karbohidrat yang terdapat dalam makanan diubah menjadi gula oleh tubuh manusia. Apabila tidak digunakan, gula ini akan tertimbun dalam tubuh dan dapat menyebabkan obesitas dan penyakit gula.
Sudah seharusnya, pola konsumsi tinggi kalori ini harus diimbangi dengan kebiasaan berolah raga atau aktifitas fisik yang teratur. Sehingga kalori yang ada terbakar menjadi energi dan tidak menumpuk menjadi lemak atau diubah menjadi gula darah dalam tubuh.
***
Selain nasi putih, masyarakat Indonesia juga sangat tergantung kepada tepung terigu. Aneka jajanan yang ada di pasar-pasar sebagian besar berbahan baku terigu. Masalahnya, terigu bukan produk lokal Indonesia, melainkan produk import. Sehingga tingginya ketergantungan kita terhadap terigu akan membebani APBN. Ditambah lagi terigu juga termasuk karbohidrat sederhana yang memiliki IG yang tinggi pula. Sehingga kurang bagus kalau terlalu banyak dikonsumsi.
Terigu memang memiliki keunggulan mudah diolah menjadi aneka penganan dibanding tepung-tepung lainnya. Dan ketergantungan masyarakat terhadap produk olahan tepung terigu, tidak serta merta dapat dihilangkan. Yang bisa dilakukan dalam waktu dekat adalah mengurangi penggunaan tepung terigu untuk membuat produk makanan dengan menggunakan bahan baku subtitusi yang dapat meningkatkan nilai nutrisi dan cita rasa dari produk olahan tersebut.
Salah satu tepung yang dapat digunakan untuk mengurangi atau mengganti tepung terigu untuk membuat aneka kue dan roti adalah tepung kentang (mashed potatoes). Hal tersebut disampaikan oleh Bapak Leonard Tjahjadi perwakilan dari Potatoes US produsen dari mashed potatoes yang juga hadir di acara sehat ala Sembutopia.
Dalam pemaparannya, Pak Leonard Tjahjadi menjelaskan bahwa pengurangan penggunaan tepung terigu dan menggantinya dengan tepung kentang sebanyak 30% akan meningkatkan nutrisi dari kue atau roti yang dihasilkan dan meningkatkan cita rasanya. Roti yang dihasilkan akan menjadi lebih empuk dan lembap, yang keempukannya dapat bertahan hingga 3 hari karena kentang memiliki sifat menyerap air. Selain itu kentang juga mengandung 20% serat yang baik untuk pencernaan dan memiliki IG lebih rendah dibandingkan tepung terigu.
Penjelasan Bapak Leonard Tjahjadi tersebut dibenarkan oleh Ibu Arifatun, seorang food specialist dari R&B Grill. Produk roti olahannya yang menggunakan tambahan tepung kentang lebih banyak disuka karena memiliki cita rasa yang berbeda dibanding kalau dibuat dari tepung terigu saja.
Selain itu, Ibu Arifatun juga mengurangi penggunaan gula pada roti yang dibuatnya dengan menambahkan buah-buah kering seperti kismis dan kurma yang sudah memiliki rasa yang manis. Sehingga produk-produk dari R&B Grill lebih sehat dan aman dikonsumsi.