Dalam buku tahunan terbaru tentang daya saing dari IMD, salah satu dari sekolah bisnis terbaik dunia 2009 versi economist dirilis mulainya kedigjayaan negara-negara Asia Pasifik. Daya saing merupakan teori ekonomi yang menganalisis kebijakan dan fakta yang membentuk kemampuan suatu bangsa untuk membuat dan mempertahankan suatu lingkungan yang melestarikan lebih banyak penciptaan nilai untukdunia usaha dan kesejahteraan untuk masyarakatnya. Pusat kajian daya saing IMD mengadopsi pendekatan ini untuk menganalisis bahgaimana negara-negara dan perusahaan-perusahaan mengelola semua kompetensinya untuk mencapai peningkatan kesejahteraannya. Pemeringkatan daya saing dilakukan dalam 4 kelompok kriteria dengan menggunakan 327 jenis kriteria. Dari daftar peringkat 58 negara terkompetitif di dunia, Sngapura, Hong Kong, Australia, Taiwan dan Malaysia menempati peringkat bergengsi di sepuluh besar. Singapura malah jadi jawara menggeser Amerika Serikat yang melorot ke peringkat 3 setelah Hong Kong. Ada banyak negara-negara maju lainnya yang terpuruk dalam pemeringkatan terbaru ini. Sebutlah misalnya Denmark yang drop dari ranking 5 ke 13 atau Finlandia yang jatuh ke urutan 19 dari 9. Yang lebih menarik lagi, lembaga IMD juga memperkenalkan instrumen baru "debts stress test" yang merupakan prediktor sederhana dari tingka utang sebuah negara. Jepang dan Inggris diperkirakan akan mengalami keterpurukan akibat utang di tahun 2084 kelak. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Indonesia tahun ini ada di posisi ke tiga puluh lima (35) dengan nilai skor 60/100. Peringkat ini membaik dari tahun sebelumnya di poisisi 42. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, Indonesia hanya mengalahkan Philipina pata peringkat daya saing tahun ini: Singapura (1), Malaysia (10), Thailand (26) dan Philipina (39) sedangkan untuk negara-negara BRIC, Indonesia juga dalam kondisi lebih baik daripada Brazil (38) dan Rusia (51), sedangkan China dan India masih di atas dengan peringkat 18 dan 31. Jika ditilik berdasarkan4 kriteria utama, peringkat Indonesia untuk kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi usaha dan infrastruktur adala masing-masing 27, 23, 34, dan 55 dari 58 negara. Dalam hal kelompok kriteria terakhir -Infrastruktur-, Indonesia tampaknya berada di posisi papan bawah dalam hal infrastruktur. Dengan fakta ini, tampaknya ini akan menjadi pekerjaan rumah prioritas bagi pemerintah dan dunia usaha Indonesia untuk meningkatkan daya saing bangsa ke depan. Jika melihat lebih jauh, aganeda ini akan meliputi infratsruktur dasar, teknologi, scientific, kesehatan dan lingkungan, serta pendidikan. Jika dicermati lebih detil yang tampak pada 20 kriteria di grafik lanskap daya saing, maka hal-hal yang mendera Indonesia tampaknya sama dengan berbagai persoalan yang hangat mengemuka akhir-akhir ini seperti masalah-masalah seperti keadilan, ketidakstabilan politik, kesetaraan peluang, dan lain-lainnya. Di sisi lainnya yang terkait dengan produktifitas dan efisiensi, ada berbagai masalah dalam hal produktifitas dan pasar tenaga kerja seperti biaya, hubungan naker dan ketersediaan keahlian. Legislasi bisnis, dan persoalan sosial ini menempatkan daya saing Indonesia menjadi terburuk di antara ASEAN-5. Yang lebih menarik lagi bahwa capaian positif yang diraih Indonesia dalam hal ini kebijakan fiskal, karena Indonesia ada di peringkat 4 (empat) dan mengungguli semua negara-ngeara di ASEAN-5. Seandainya "Anggito Abimanyu" tidak batal dilantik menjadi Wakil Menkeu, maka prestasi Indonesia ini setidaknya dapat tetap di pundak beliau dengan sematan apresiasi. Apresiasi yang sama juga mungkin dapat disematkan untuk "tim ekonomi domestik" yang membawa Indonesia di ranking 20 yang masih lebih baik dari ASEAN-5, meski masih jauh di bawah China dan India dengan capaian kedua dan ketiga sebagai negara dengan kinerja ekonomi terbaik. Untuk dunia usaha, "management practices" pada berbagai organisasi bisnis di Indonesia juga masih dalam kriteria memperihatinkan setidaknya di ASEAN-5, dengan posisi 40, peringkat Indonesia jauh di bawah Malaysia yang Jawara 1 dan Singapura yang runner up atau Thailand di ranking 13. Pengelola organisasi bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan kesiapannya untuk beradaptasi dengan perubahan pasar yang cepat/dinamis, praktek etika, kredibilitas para manager dalam masyarakat, pelayanan pelanggan, kewirausahaan yang terbatas/tidak meluas, tanggung jawab sosial dan perhatian manajemen yang rendah akan kesehatan, keselamatan dan lingkungan. Untuk melestarikan daya saing bangsa secara umum dan bisnis secara khusus, dari persoalan-persoalan yang melilit daya saing dalam kriteria manajemen praktis, tampaknya para pemangku kepetingan dapat mulai memperhatikan "kapabilitas dinamis" atau kapasitas yang telah dimiliki untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang pesat, menyerap dan mengkonfigurasikan sumber daya baik internal atau eksternal untuk mecapai daya saing dan kinerja yang lestari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H