Naskah drama pada dasarnya merupakan bagian dari bentuk karya sastra yang berisi cerita tentang kehidupan yang dipamerkan atau ditunjukkan dalam bentuk tindakan atau perbuatan. Menurut Hasanuddin (2009: 2) Drama adalah cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan. Berdasarkan kenyataan ini drama sebagai suatu pengertian lebih difokuskan kepada seni pertunjukan lebih dominan dibanding sastranya. Seiring perkembangan zaman, drama tidak hanya terbatas dipentaskan antarpanggung. Sekarang ini, drama dapat didefinisikan sebagai suatu cerita yang dipentaskan di atas panggung atau tidak dipentaskan di atas panggung, misalnya seperti film, televisi, drama radio, dan lain sebagainya. Naskah drama merupakan karya sastra yang diterima oleh suatu masyarakat, karena mengandung nilai-nilai yang dapat diterima oleh suatu ikatan masyarakat sosial, artinya dapat mencerminkan sistem nilainya dan hubungannya dari masyarakat itu sendiri. Sebuah naskah biasanya menekankan sasarannya kepada masyarakat dengan tujuan menyentuh perasaan individu dengan kisah yang sesuai dengan yang terjadi di kehidupan.
Dalam naskah drama terkandung nilai kehidupan yang dapat diambil pesan moralnya. Terdapat lima nilai kehidupan dalam naskah drama yaitu; nilai sosial, nilai budaya, nilai ekonomi, nilai religius, dan nilai politik. Nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah naskah drama merupakan penggambaran dari kondisi masyarakat serta peristiwa-peristiwa yang di alami oleh pengarang. Dalam naskah drama yang berjudul "RT 0 RW 0" karya Iwan Simatupang, menceritakan tentang kehidupan dunia yang begitu miris. Drama ini menceritakan kehidupan orang-orang yang tinggal di kolong jembatan. Hidup terlilit kemiskinan dan kesengsaraan mereka lalui di bawah beton jembatan. Suara-suara kendaraan berat lalu lalang di atas mereka, seperti guntur yang menandakan akan turunya hujan. Tidak tahu bahwa maut selalu mengancam mereka kapan saja, bila mereka berada di kolong jembatan dan suatu waktu jembatan itu rubuh karena tidak kuat menahan beban kendaraan yang lalu lalang melewati jembatan itu.
Drama ini menceritakan tentang kejenuhan dan kebosanan para penghuni akan kehidupan yang selalu mereka jalani selama ini. mereka ingin merasakan sesuatu yang berbeda, seperti makan enak hidup enak dan lainnya yang selama ini orang gedongan rasakan. Apapun mereka lakukan untuk mendapatkan dan merasakan semua itu, meski itu mesti menyewakan martabat mereka pada laki-laki yang mencari pemuas nafsunya. Kalau kita membaca dan memaknai arti dalam naskah ini, yaitu kehidupan yang selama ini kita anggap bukan hidup, namun mereka tetap menjalaninya. Bukan karena tidak ada pilihan dan bukan pula karena mereka yang memilih dan mau akan semua itu, tapi itulah yang harus mereka jalani selama ini menerima tidaknya semua itu harus tetap dijalani.
Untuk mengetahui nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam naskah tersebut, maka diperlukan analisis realitas sosial. Untuk menganalisis realitas sosial dalam naskah drama yang berjudul "RT 0 RW 0" maka yang perlu dibedah adalah unsur-unsur intrinsik yang berkaitan dengan penggambaran realitas sosial. Diawali dengan unsur tema. Tema juga merupakan gagasan ide pokok pikiran dalam suatu cerita. Tema dalam sebuah cerita yang dapat menyampaikan amanat (pesan moral kepada pembaca). Dalam naskah drama "RT 0 RW 0" memiliki tema yang berlingkup pada realitas sosial perjuangan hidup. Terlihat dari dialog-dialog yang idealis dan lebih menonjolkan sikap pantang menyerah.
Berikutnya adalah unsur penokohan dalam naskah drama. Dari dialog-dialog para tokoh kita bisa melihat nilai kehidupan dari berbagai karakter dalam naskah ini. Seperti tokoh Kakek yang bersifat penyabar dan bijaksana, terlihat dari dialog-dialognya yang banyak sekali memberikan pelajaran dari pengalaman hidupnya. Tokoh Pincang yang penuh emosi, selalu mengambil keputusan tanpa berpikir panjang, cukup bijaksana tapi mudah marah, namun pandai berkata-kata manis. Selanjutnya, tokoh Ani yang penuh semangat pantang menyerah, dia berusaha mencari dan mendapatkan apa yang seharusnya ia miliki, tetapi Ani juga wanita yang keras kepala, ia tidak mau mendengarkan saran dari orang yang mengkhawatirkannya. Lalu, tokoh Bopeng yang kuat, pekerja keras, rendah hati juga penuh empati, terlihat saat dirinya membawa Ati pulang karena ingin membantunya. Tokoh Ina yang polos, jujur tapi realistis menggambarkan perempuan zaman sekarang yang kebanyakan mudah menyerahkan dirinya demi kehidupan yang layak dan rela mengorbankan cintanya. Terakhir tokoh Ati, seorang pendatang baru yang lemah lembut, mudah tersentuh tapi sedikit bodoh karena mudah tertipu orang, dirinya ditinggal kabur suaminya tanpa harta sepeser pun, bahkan seluruh hartanya pun dibawa kabur.
Unsur berikutnya yang mendukung terlibatnya realitas sosial yaitu dari amanat. Amanat yang disiratkan oleh penulis bisa ditujukan kepada beberapa pihak seperti pemerintah, masyarakat, dan para pejabat yang memiliki kuasa. Bagi pemerintah, seharusnya lebih memperhatikan kehidupan orang-orang di kolong jembatan yang sangat memprihatinkan. Mereka tidak punya pilihan lain selain menjalani kehidupan yang miris meskipun tak dianggap hidup di tengah kerasnya dunia. Pemerintah harus menyediakan lowongan pekerjaan dan tempat yang layak bagi mereka. Karena sesuai dengan undang-undang negara Indonesia yang mana harus memberikan hak kepada setiap masyarakat untuk mendapatkan keadilan dan kehidupan yang layak.
Bagi masyarakat dan seluruh insan, seberat apapun masalah yang terjadi di keluarga ataupun di masyarakat, sebaiknya selesaikan masalahnya. Jangan mengambil keputusan untuk lari dari masalah dan menjadikan hidupmu hancur karena tidak punya lagi tempat untuk pulang, yang pada akhirnya terpaksa hidup jadi gelandangan. Kita sebagai masyarakat juga jangan memandang sebelah mata terhadap orang-orang kelas bawah, berikan mereka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Karena seringkali kita pilih-pilih orang untuk memberi bantuan. Membuat mereka semakin kesulitan untuk hanya sekedar mendapatkan pekerjaan dan hidup yang layak.
Bagi para pejabat yang memiliki kuasa, hendaknya memiliki sifat yang amanah. Korupsi sudah menjadi hal yang lumrah di negara ini. Menyebabkan terjadinya ketimpangan sosial, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terinjak-injak. Sebagai orang yang memiliki kuasa seharusnya memberikan contoh yang baik terhadap masyarakatnya. Menyalurkan dana negara dengan sebaik-baiknya agar tidak ada lagi orang-orang bernasib miris di negara ini.
Dari unsur-unsur yang dibedah, mulai dari tema, penokohan dan amanat maka dapat diperoleh beberapa nilai kehidupan, yakni nilai sosial, nilai religius, nilai budaya dan nilai politik. Nilai sosial yang terdapat dalam naskah tersebut yaitu mengenai kondisi kehidupan di kota besar. Dimana masyarakat kelas atas maupun kelas sedang cenderung kurang mempedulikan kehidupan masyarakat kelas bawah, seperti gelandangan, orang-orang yang hidup di kolong jembatan dan lain sebagainya. Bahkan masyarakat kelas bawah seperti itu seakan tidak dianggap keberadaannya. Sedangkan rasa kepedulian masyarakat kelas bawah cenderung lebih besar, mereka saling membantu sesama, saling perhatian dan memiliki empati yang lebih besar daripada masyarakat yang terbilang mampu secara finansial. Hal ini dapat dilihat dari salah satu adegan dalam naskah tersebut, dimana Ati ditinggal kabur bersama hartanya oleh suaminya dan tidak ada orang yang membantunya kecuali Bopeng yang notabene hanya seorang pekerja lepas kapal yang hidupnya di kolong jembatan.
Nilai religius dalam naskah ini berkaitan dengan ajaran-ajaran dan pandangan sebuah peristiwa yang berkaitan dengan agama. Seperti dalam salah satu adegan dalam naskah ini, dimana Bopeng, Kakek, Ati, Pincang dan Ina yang membicarakan tentang seorang juragan becak komplit (becak yang selain mengantarkan pelanggan ke tujuan juga menawarkan pelacur untuk bersenang-senang) yang naik haji dari hasil uang haramnya itu. Dari dialog mereka, dapat disimpulkan bahwasannya seburuk apapun cara seseorang mencari uang, dirinya tetap saja memiliki sisi kesadaran terhadap sang pencipta, meskipun dengan jalan yang salah. Hal tersebut terjadi karena kurangnya sarana yang dapat mendorong mereka untuk belajar dengan semestinya.
Nilai budaya yang tercermin dalam naskah ini yaitu budaya saling berbagi dan saling menolong kepada orang-orang terdekat dan menganggap keluarga kepada orang yang telah berbuat baik kepada kita. Dalam naskah tersebut juga tergambarkan kebiasaan masyarakat Indonesia, terutama kalangan bawah yang biasa kumpul-kumpul sambil mengobrol atau membahas suatu bahan percakapan tentang kehidupan maupun fenomena terkini yang ada di sekitar mereka. Sedangkan nilai politik berkaitan dengan unsur politik yang diselipkan dalam naskah untuk menyindir maupun sebagai gambaran keadaan politik suatu negara saat itu. Dimana orang-orang mengedepankan latar belakang atau penampilan seseorang untuk memberikan bantuan. Sulitnya bagi masyarakat bawah dalam mencari pekerjaan karena sistem penerimaan pekerja di negara ini lebih mudah didapatkan lewat jalur 'orang dalam', artinya bagaimanapun tingginya keahlian, pengalaman dan lain sebagainya akan kalah dengan seseorang yang mempunyai 'orang dalam'.