Lihat ke Halaman Asli

Puisi Terakhir

Diperbarui: 15 Mei 2019   20:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kita masih disini...
Masih menghirup udara yang sama di ruangan ini.
Entah sampai kapan kita mampu bertahan.
Tapi kita harus tetap berjuang.
Saat ini mungkin tak akan pernah kembali,
Maka nikmatilah saat ini.
Saat esok hari menjelang, maka biarkan hari ini menjadi kenangan.

     Entah sudah berapa banyak puisi yang ditulis oleh Cathrine. Sambil menunggu Lexi sadar dari keadaan komanya. Kekasihnya yang sudah hampir dua minggu terbaring tidak sadarkan diri di ruang ICU rumah sakit. Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa Lexi mengidap kanker otak dan sudah mencapai stadium akhir, tapi Cathrine tetap percaya bahwa mujizat Tuhan dapat terjadi kapan saja, bahkan disaat manusia merasa tidak mungkin, sangat mudah bagi Tuhan untuk membuatnya menjadi mungkin.

     "Aku percaya Tuhan akan memberi semua yang terbaik untuk kita. Cepat sembuh ya, supaya kita bisa mengulangi semua kejadian indah yang pernah kita lalui bersama. Aku rindu saat kita pergi kuliah dan ibadah bareng, dan juga saat-saat kita jalan bersama". Ucap Cathrine sambil mengelus lembut kepala Lexi.

     Untuk malam ini, Cathrine memang meminta izin untuk dapat menjaga Lexi hingga esok pagi. Entah mengapa malam ini, dia begitu ingin mengenang semua masa-masa yang mereka lewati bersama. Cathrine mengalihkan pandangannya ke dinding yang ada di hadapannya dan terlihat jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam.

     Kembali angannya melayang mengingat perkenalannya dengan lelaki yang terbaring lemah di hadapannya tersebut beberapa tahun yang lalu. Sudah hampir enam tahun mereka berkenalan, sejak pertama kali mereka duduk di bangku SMA. Sebagai dua orang siswa yang sama-sama berprestasi, tidak jarang mereka harus bersaing, baik di dalam kelas maupun ketika mereka berkompetisi di luar sekolah. Persaingan yang sportif membuat mereka menikmati persaingan itu dan malah membuat mereka semakin dekat. Mereka saling menikmati kedekatan itu, karena kedekatan itu membuat mereka saling memberikan dukungan satu sama lain. Rasa yang tidak bisa dicegah akhirnya menghampiri, rasa simpati dan kagum satu sama lain berubah menjadi rasa sayang dan saling membutuhkan. Mereka tidak berusaha menghindar karena mereka tidak bisa berbohong kalau mereka merasakan getaran yang sama. Hari-hari semakin indah, prestasi mereka sama-sama meningkat, begitupun juga rasa sayang itu, hingga saat ini mereka duduk di bangku kuliah. Namun semua itu mulai terusik beberapa bulan yang lalu, sejak Lexi mulai berubah, seakan ada yang dia sembunyikan dari kekasihnya, Cathrine.

     Lexi mulai menghindari Cathrine. Biasanya setiap hari mereka selalu terlihat bersama di kampus, namun perlahan Lexi mulai jarang terlihat di kampus. Saat Cathrine mencoba menghubungi, selalu saja tak pernah ada respon dari si penerima telepon. Sampai akhirnya, Cathrine mengetahui bahwa Lexi sudah hampir sebulan dirawat di rumah sakit. Saat pertama kali Cathrine menjenguknya, Lexi masih bisa tersenyum dan berkata, "semua akan baik-baik saja, jadi tak perlu khawatir". Tapi, saat ini jangankan untuk berkata hal seperti itu lagi, bahkan untuk membuka matanya, Lexi seakan tak mampu.

     Aku hanya meminta sedikit kebahagiaanmu, Tapi bahkan kesedihan pun tak kau bagi denganku
Sambil menuliskan dua penggal kalimat tersebut, tak sadar air mengalir dari sudut mata Cathrine.
Terima kasih untuk perkenalan yang indah....
Terima kasih untuk jadi motivator terbaik dalam hidupku....
Terima kasih untuk semua bahagia dan tawa yang ada....
Terima kasih untuk semua cintamu....
Kembali mata Cathrine tertuju pada jam dinding yang saat ini menunjukkan pukul sebelas lewat dua puluh menit. Tapi tak sedikitpun ia merasa kantuk, dan tak sedikitpun ada keinginannya untuk berbaring. Dia tetap memandang wajah tampan pria di hadapannya sambil memegang buku yang berisi puisi-puisi yang ia tulis selama dua minggu dia berada di rumah sakit ini.

     "Kalau kamu sadar nanti, aku akan berikan buku yang berisi puisi ini untuk kamu, agar kamu tahu betapa aku sangat berharap untuk kesembuhanmu. Dan berjanjilah, kalau lain kali kamu sakit tolong jangan pernah menghindar dari aku. Kapanpun kamu mau, telinga ini selalu siap untuk mendengar setiap keluhanmu, dan pundak ini selalu ada untuk tempatmu bersandar saat rasa sakit itu menyerangmu." Cathrine mulai mengajak Lexi berbicara.

     "Aku rindu dengan mata indahmu, suara merdumu, senyum manismu, dan nasihat-nasihatmu.. aku akan tetap menunggu sampai keajaiban itu datang dan terjadi padamu."
"Kamu tahu nggak Lex.... aku sangat senang saat ini, karena aku dapat berdua dengan kamu, mengenang semua yang aku lewati dengan kamu, menulis puisi-puisi untuk kamu. Tapi aku mulai lelah dengan semua ini, tolong segera bangun dari tidurmu sebelum rasa jenuh ini benar-benar menguasai pikiranku. Sebelum harapan ini memudar...." ucap Cathrine.

     Tak sadar sudah berapa lama dia menangis dan berapa banyak air mata yang tertumpah. Rasa lelah untuk penantian ini sudah hampir mencapai batasnya. Ingin menyerah, namun ia masih tetap percaya bahwa harapan itu masih ada.

     Tiba-tiba Cathrine merasa ada gerakan lembut dan pelan yang menyentuh pipinya. Ia tersentak dan segera menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Rasa kaget, bahagia dan haru tercampur menjadi satu ketika melihat mata indah itu terbuka secara perlahan. Si pemilik mata indah menatap Cathrine dengan lembut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline