- Metode The Liang Gie
The Liang Gie ada seorang ilmuan mempuni yang telah menulis puluhan buku dalam beranrka bidang, mulaai politik, administrasi, filasafat, dan masih banyak lagi. Salah satu bukunya yang sangat laris adalah Cara Belajar Yang Efisien. Buku ini cukup laris di psaran karena terus mengalami cetak ulang lebih dari 20 kali.
The Liang Gie membagi kegiatan membaca menjadi 3 jenis.
Membaca ragam hiburan. Ini adalah membaca cerita-cerita misalnya novel, atau majalah hiburan. Pembacaan di lakukan secara urut dari awal cerita sampai tahap akhir. Tujuan nya adalah untuk menikmati cerita itu dan menghargai kemampuan pengarang mengolah alur kisahnya sehingga merupakan kebulatan yang indah, serasi, atau mencapai klimaks.
Membaca ragam sepintas. Membaca janis ini adalah membaca secara sepat yang kadang-kadang di sertai melompat bahan bacaan. Pembacaan dapat di lakukan ke depan dan ke belakang atau secara silang menyilang. Tujuannya untuk memperoleh gambaran selayang pandang mengenai apa yang di uraikan dalam suatu bahan bacaan atau untuk menemukan suati keterangan yang memang sejak mula di cari dalam bahan itu.
- Meembaca ragam studi. Membaca jenis ini merupakan aktifitas membaca buku pelajaran dan bahan-bahan bacaan lainnya dalam suatu bidang pengetahuan. Pembacaan di lakukaan secara cermat dan bila perlu di ulang berkali-kali. Tujuannya ialah untuk menangkap, memahami, dan mengingat berbagai pengetahuan dalam dalam suatu cabang ilmu.
Metode yang di tawarkan The Liang Gie lebih berkaitaan dengan model membaca yang keitga, yaitu membaca untuk kepentingan studi. Menurutnya juga membaca jenis ini harus di lakukan berulang-ulang tampa bosan, seorang mahasiswa akan dapat menyerap secara optimis pengetahuan yang terkandung di dalam sebuah buku.
- Metode Henry Guntur Tarigan, Henry Guntur Tarigan adalah guru besar IKIP (sekarang UPI) Bandunhg.
Sebagai seorang ahli linguistik, kary-karya yang berkaitan dengan seluk beluk berbahasa, termasuk membaca. Profesor Henry termasuk penulis yang sangat produktif. Pulihan karya tulis dihasilkan oleh beliau. Dan yang liar biasa beliau membuat buku-bukunya dengan tulisan tangan. Tulisan tangan yang telah di selesaikan kepada penerbit untuk di koreksi, di ketik kemudian di terbitkan.
Selain Henry Guntur Tarigan, sosok lain yang mempertahankan tradisi menulis dengan tangan adalah Prof. Mulyadhi Kartanegara. Menurut beliau hampir semua karya tulis beliau yang rata-rata serius karena masuk dalam kajian filsafat, di tulis untuk pertama kalinya dalam buku tulis, baru kemudian di pindah ke komputer. Cara seperti ini sebagai pengakuannya dalam buku Seni Mengukir Kata (2005), justru membuatnya merasa lebih nyaman dan lebih efektif dalam menulis karya.
Menulis dengan tulisan tangan terlebih dahulu, kata Muyadhi, memiliki beberapa keuntungan
Kodalnya tidak perli besar. Modal membeli buku tulis dan polpen bisa saja di bawah 5 ribu rupiah. Ini tentu saja jauh lebih ekonomis di banding dengan penilisan yang masyarakat menggunkan komputer.
Tingkat kepraktisannya cukup tinggi di bandingkan, misalnya. Dengan menggunkan komputer. Deengan biaya murah, kata Mulyadhi, kita bisa menulis kapan daja dan di mana saja kita mau, hanya dengan membawa buku tulis, yang tentunya jauh lebih kecil dan ringan untuk di bawa ke mana- mana, bahkan di banding dengan leptop sekalipun.